Atas tuduhan ini, Basah Gondokusumo diasingkan ke Gedong Kuning, Semarang selama 40 hari. Dia tinggal di kediaman kakeknya yang bernama Basah Suryaningrat. Patih Nrang Kusumo meletakkan jabatan dan kemudian pergi bertapa ke daerah sebelah timur Gunung Lawu.
Beliau digantikan oleh adiknya yang bernama Pangeran Nrang Boyo II. Di dalam pengasingan ini Basah Gondokusumo dan Basah Suryaningrat pergi ke daerah sebelah timur Gunung Lawu karena diberitakan sedang diadakan babat hutan oleh Ki Buyut Suro (Ki Ageng Getas).
Pelaksanaan babat hutan ini atas dasar perintah Ki Ageng Mageti sebagai cikal bakal sejarah Kabupaten Magetan. Untuk mendapatkan sebidang tanah sebagai tempat bermukim di sebelah timur Gunung Lawu itu, Basah Suryaningrat dan Basah Gondokusumo menemui Ki Ageng Mageti dengan perantara Ki Ageng Getas di kediamannya di Dukuh Gandong Kidul. Tempat itu berada di sekitar alun-alun Kota Magetan saat ini.
Hasil dari pertemuan ini Basah Suryaningrat mendapatkan sebidang tanah di sebelah utara Sungai Gandong, tepatnya di Kelurahan Tambran Kecamatan Kota Magetan saat ini. Peristiwa ini terjadi sesudah melalui perdebatan yang sengit antara Ki Ageng Mageti dengan Basah Suryaningrat yang sampai akhirnya Ki Ageng Mageti mempersembahkan seluruh tanah miliknya sebagai bukti kesetiaannya kepada Kerajaan Mataram Islam.
Setelahnya Basah Suryaningrat mewisuda Basah Gondokusumo menjadi penguasa di tempat baru itu dengan gelar Yosonegoro yang kemudian dikenal dengan Bupati Yosonegoro. Peristiwa itu terjadi pada tanggal 12 Oktober tahun 1674 dengan condrosengolo “Manunggaling Roso Suko Hambangun”. Atas jasa-jasa Ki Ageng Mageti, wilayah tersebut kemudian diberi nama “Magetan”.
Selain lekat dengan Mataram Islam, sejarah Kabupaten Magetan sejatinya tak lepas dari agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan sisa-sisa tempat peribadatan umat Hindu berupa candi dan petirtaan. Selain itu ditemukan pula prasasti-prasasti yang menggunakan aksara kawi (aksara jawa kuna), bahkan beberapa buah diantaranya menunjukkan ciri khas penulisan aksara kawi kwadrat yang berasal dari masa Kerajaan Kadiri (1104 – 1222 Masehi). Oleh sebab itu bisa diperkirakan wilayah Magetan telah dihuni dan berkembang paling tidak sejak masa klasik, khususnya masa Kerajaan Kadiri. Demikian adalah rangkaian sejarah Kabupaten Magetan. Semoga warga dapat memetik motivasi serta inspirasi dari pejuang dan ulama yang telah berkorban untuk Magetan.