Aulanews.id – Sebelum menjadi kawasan populer, kawasan Dago Kota Bandung memiliki sejarah yang sangat unik dalam penamaan. Tentunya semua ini tidak jauh dari zaman penjajahan Belanda di Indonesia.
Sejarah Dago dimulai pada masa pemerintahan Baron Van Enghoff, gubernur jenderal, dari tahun 1743 hingga 1750. Saat itu, masyarakat Priangan mengubah cara bercocok tanam padi dari sistem bercocok tanam ke sistem sawah untuk pertama kalinya. Tanpa Pak Imhof, mungkin petani di Jawa Barat memilih menanam padi sampai sekarang.
Nah, sebab itu VOC mendatangkan para petani dari Tegal dan Banyumas yang telah lebih dulu bercocok tanam padi dengan menggunakan sistem bersawah. Saat itu, penduduk tepian selatan Bandung atau Oedjoengbroeng Kidoel (Ujungberung Kidul) yang berdekatan dengan ibukota lama di Dayeuhkolot, sudah biasa berkebun sayur. Tanaman yang biasa mereka budidayakan adalah sawi, petai, terong, katuk, bayem, kacang panjang, dan lampenas.
Sesudah itu, pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Van der Parra atau sekitar 1761 sampai 1775, pertama kalinya pemerintah kolonial mendatangkan bibit sayuran dari Belanda. Bibitnya itu seperti kol, kentang, dan bit.
Berdasarkan dari catatan DR, Ir. E., De Vries pada tahun 1935, konon seorang perwira kompeni bernama Letnan Ram yang hidup pada 1765 sampai 1768 membawa bibit sayuran itu buat dibudidayakan di beberapa daerah. Termasuk di wilayah selatan Bandung yang memang sangat sejuk.
Waktu itu, pusat penjualan beragam sayuran masih dipusatkan di Pasar Dayeuhkolot karena ibukota Kabupaten Bandung masih di sana. Maka dari itu, Pasar Dayeuhkolot memang sering disebut sebagai salah satu pasar paling tua yang ada di Bandung.
Nah, pada tahun 1811, salah satu tokoh penjajah yang paling kita kenal sejak zaman sekolah, Gubernur Jenderal H.W. Daendels memerintahkan ibukota Kabupaten Bandung dipindahkan mendekati Jalan Raya Pos. Kalau sekarang itu sekitar Alun-alun Bandung.
Namun ngga cuma itu, Abang Daendels pun juga memerintahkan membangung pasar yang baru dekat ibukota tersebut. Ya, Pasar Ciguriang sebelum dibakar pada tahun 1842 dan Asisten Residen Priangan dibunuh. Peristiwa ini diabadikan dalam empat naskah sebagai kejadian penting dalam sejarah Bandung.
Dengan dipindahkannya ekonomi mendekati ibukota yang baru, maka para petani sayuran pun memindahkan lokasi perkebunan mereka ke wilayah Oedjoengbroeng Kaler alias Ujungberung Utara. Daerah itu sekarang dikenal dengan nama wilayah bottle neck atau leher botol di Kota Bandung.