Kelengkapan riwayat kesehatan jemaah yang dapat langsung diakses melalui QR Code diharapkan dapat memberikan penanganan cepat dan tepat jika jemaah yang bersangkutan sakit.
“Dengan data itu, kami harapkan kalaupun ada jemaah sakit di rumah sakit Arab Saudi, QR Code di-scan sehingga nanti di sana bisa memberikan terapinya lebih tepat. Jadi, tidak menebak-nebak obat yang dikasih apa. Kalau boleh dibilang itu salah satu inovasi,” lanjut Liliek.
Dengan adanya informasi QR Code riwayat kesehatan, pasien juga dapat lekas selesai perawatannya. Tempat tidur di klinik atau fasilitas kesehatan pun bisa silih berganti dengan pasien lainnya.
“Alhamdulillah, karena kami sesuai dengan amanah undang-undang, yang mesti kami dampingi jemaah haji reguler khususnya. Maka, terhadap seluruh jemaah haji reguler, data summary kesehatan sudah ada semua dan dapat diakses oleh fasilitas kesehatan yang ada di Arab Saudi, untuk melihat jika ada yang sakit, nanti bisa lebih cepat pertolongannya di sana. Kalau ada summary seperti itu bisa cepat keluar, misalnya bisa lebih cepat seminggu keluar,” terang Liliek.
*Pengetatan Istitha’ah dan Tambahan Asesmen*
Inovasi meminimalisirkan jemaah haji meninggal selanjutnya adalah kriteria pengetatan istitha’ah kesehatan. Istitha’ah bermakna kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan, baik fisik maupun mental, yang terukur melalui pemeriksaan.
“Misalnya, dulu kalau sakit jantung atau gagal ginjal stadium 5, tidak boleh berangkat. Sekarang, stadium 4 tidak boleh berangkat. Dulu, gula darah orang yang diabetes, kami pakai kriteria yang sangat longgar. Sekarang diketatkan, HbA1c atau cek gula darahnya mesti 8 persen, kalau lebih dari itu tidak boleh berangkat,” kata Kapuskes Liliek.