“Alhamdulillah, karena kami sesuai dengan amanah undang-undang, yang mesti kami dampingi jemaah haji reguler khususnya. Maka, terhadap seluruh jemaah haji reguler, data summary kesehatan sudah ada semua dan dapat diakses oleh fasilitas kesehatan yang ada di Arab Saudi, untuk melihat jika ada yang sakit, nanti bisa lebih cepat pertolongannya di sana. Kalau ada summary seperti itu bisa cepat keluar, misalnya bisa lebih cepat seminggu keluar,” terang Liliek.
*Pengetatan Istitha’ah dan Tambahan Asesmen*
Inovasi meminimalisirkan jemaah haji meninggal selanjutnya adalah kriteria pengetatan istitha’ah kesehatan. Istitha’ah bermakna kemampuan jemaah haji dari aspek kesehatan, baik fisik maupun mental, yang terukur melalui pemeriksaan.
“Misalnya, dulu kalau sakit jantung atau gagal ginjal stadium 5, tidak boleh berangkat. Sekarang, stadium 4 tidak boleh berangkat. Dulu, gula darah orang yang diabetes, kami pakai kriteria yang sangat longgar. Sekarang diketatkan, HbA1c atau cek gula darahnya mesti 8 persen, kalau lebih dari itu tidak boleh berangkat,” kata Kapuskes Liliek.
“Maka, poin nomor satu ini tentang kriteria diagnosis yang boleh berangkat.”
Upaya lain pemeriksaan kesehatan jemaah haji berupa penambahan asesmen. Liliek menegaskan, haji adalah ibadah fisik yang menuntut kesehatan fisik dan mental. Asesmen yang ditambahkan meliputi asesmen kognitif, asesmen mental, dan asesmen aktivitas, khususnya lansia untuk melihat seberapa besar kemampuan mereka dalam melakukan aktivitas keseharian.
Pada penyelenggaraan ibadah haji tahun 2024, proses penentuan istitha’ah atau tidak dilakukan secara komputerisasi. Sebelumnya, sistem dioperasionalkan oleh seluruh dinas kesehatan kabupaten/kota. Petugas kesehatan yang menyatakan jemaah “istitha’ah atau tidak” dalam bentuk hasil penilaian akhir.
Sistem secara komputerisasi yang diterapkan bukan menampilkan hasil penilaian akhir, melainkan penilaian dalam setiap tahapan pemeriksaan. Yakni, saat pertama kali jemaah datang ke puskesmas, menjalani anamnesis (wawancara dengan dokter), tes kognitif, tes mental, dan kemampuan aktivitas.
“Setiap tahapannya itu dimasukkan nilai. Misalnya, apakah dia bisa ke kamar mandi range nilai antara 1 sampai 5, hasilnya dia hanya range 2. Dengan proses itu, nanti aplikasi yang menentukan, menyimpulkan dia istitha’ah atau tidak,” Liliek menjelaskan.
“Lewat sistem ini, kami harapkan hasil pemeriksaan kesehatan benar-benar objektif. Dengan inovasi, yang paling utama adalah kami memang melakukan penyaringan untuk menentukan, jemaah layak terbang atau tidak, itu yang kita perketat.”