Aulanews.id – Taman Nasional Gunung Rinjani selain memiliki panorama alam yang memukau, juga memiliki satwa endemik yang berasal dari wilayah tersebut.
Satwa endemik tersebut bernama musang rinjani atau dalam bahasa lokal Sasak disebut Ujat. Dia termasuk sub spesies dari musang luwak.
Sayangnya, jenis musang rinjani ini masih dinggap sebagai hama oleh warga sekitar. Karena prilakunya yang suka memakan ayam dan buah-buahan di lahan perkebunan milik penduduk.
Padahal, musang Rinjani ini diperlukan untuk regenarasi ekosistem khususnya di hutan kawasan Gunung Rinjani.
Berdasarkan hasil inventarisasi pihak pengelola TNGR pada tahun 2009 tercatat bahwa, spesies ini lebih menyukai kawasan hutan sekunder, dengan tipe habitat yang kering dan dekat dengan pemukiman penduduk.
Beberapa pengamatan visual lain juga menyatakan, bahwa spesies ini menyukai daerah-daerah dengan intensitas keterjumpaan dengan manusia yang tinggi meskipun kadang bisa dijumpai juga di hutan konifer pada ketinggian sekitar 2.000 mdpl di seputaran areal perkemahan Danau Segara Anak.
Musang Rinjani (Paradoxurus hermaphroditus rindjanicus) secara fisik tidak ada perbedaan yang begitu mencolok antara Musang Rinjani dengan Musang Luwak lainnya.
Bila menurut Kitchener et al (2002), Musang Rinjani dari bagian kepala sampai dengan ekor berwarna gelap bahkan mendekati hitam, Panjang dari kepala ke pangkal ekor 38 Cm, Ujung ekor sampai pangkal ekor 40 Cm.
Sedangkan daun telinga memiliki ukuran 34, dan memiliki panjang kaki 70 cm, warna bulu gelap hampir mendekati hitam, dan warna hitam hijau lumut disisi punggung serta agak pucat pinggala pd bagian dada perut.
Sebagai satwa aboreal yg bergantung pada hutan sebagai tempat hidup dan mencari makan, ancaman terbesar bagi perkembangan populasi liar species ini, adalah perubahan habitat, terutama oleh aktifitas manusia, seperti penebangan baik legal maupun illegal, ataupun oleh aktifitas Alam itu sendiri, seperti tegalan mati, kebakaran, vulkanik dll), serta perburuan oleh manusia itu sendiri
Upaya pengelolaan harus mampu memberikan dua arah keuntungan yaitu kelestarian satwa dan manfaat yang nyata kepada masyarakat. Upaya pengelolaan yang sifatnya hanya melindungi tidak akan berhasil karena akan selalu dihadapkan
pada persoalan benefit value yang akan diperoleh masyarakat sebagai ganti ketika suatu upaya pengelolaan membatasi masayarakat terhadap sumberdaya kawasan termasuk satwa.