Meski SS telah menjelaskan bahwa ia hanya meminjam dan sudah mengembalikan ponsel tersebut, pelaku tetap melakukan interogasi. Dalam proses tersebut, karena korban tidak mau mengakui, pelaku kemudian menyiramkan bensin ke tubuh korban sambil memaksa pengakuan. Kemudian pelaku nekat membakar korban yang mengakibatkan luka bakar serius pada bagian paha ke bawah.
Dikutip dari laman NU Online, Ketua RMI PBNU KH Hodri Ariev menyatakan keprihatinan mendalam atas kejadian tersebut.
“Semua tindak pidana harus kita selesaikan berdasarkan hukum yang berlaku, jangan sampai setiap individu merasa sebagai penegak hukum dan berhak melakukan apa pun kepada siapa pun yang dicurigai.” Tandasnya.
Ini penting, lanjut Kiai Hodri, karena penegakan hukum merupakan langkah penting untuk mewujudkan ketertiban dan perlindungan kepada setiap warga negara dari berbagai bentuk penganiayaan maupun kejahatan.
Sebagai langkah antisipasi ke depan, Pengasuh Pesantren Bahrul Ulum, Silo, Jember ini mengatakan bahwa PBNU sedang mempersiapkan langkah-langkah strategis untuk sosialisasi dan pendampingan pesantren-pesatren Nahdlatul Ulama berkaitan kekerasan di pesantren.
“On proses, program dihandle oleh Nyai Alissa Wahid.” Pungkasnya.
Berdasarkan catatan KPAI, sepanjang Januari-September 2024 telah terjadi 7 kasus kekerasan di lingkungan pesantren. Data Kementerian PPPA mencatat total 8 kasus dengan 101 korban di tahun 2024, dimana 69 persen korban adalah santri laki-laki dan 31 persen santri perempuan.
Dalam caturwulan terakhir tahun 2024, tercatat beberapa kasus kekerasan di pesantren. Dimulai dari kasus di Pesantren Al-Zayadiy Sukoharjo pada September yang menewaskan santri AKP (13) akibat penganiayaan oleh seniornya.
Di bulan Oktober, terjadi kasus di sebuah dayah di Aceh Barat dimana seorang santri dilumuri cabai sekujur tubuh. Pada November, terjadi kasus di Pesantren MTI Kabupaten Agam dengan 40 korban santri dan Pesantren AI Karawang dengan 20 korban santriwati.