Rindu Ka’bah yang Tertunda Karena Bantu Sesama, Antarkan Kaji Bejo Pergi ke Baitulloh

Aulanews.id – Haji merupakan panggilan Ilahi. Kalau sudah waktunya berangkat, maka tak ada satu pun yang dapat menghalanginya. Ungkapan tersebut kiranya tepat disematkan pada wanita kelahiran Magetan 50 tahun silam ini.

En K, jemaah haji yang tergabung dalam kelompok terbang (kloter) 6 ini tak berharap banyak bisa berangkat haji usai kegagalannya menunaikan ibadah haji 22 tahun silam.

Pasalnya, kondisi ekonomi yang ia jalani bersama suami dan keempat anaknya saat ini jauh dari kata berlebih. “Saya itu seringnya, buat makan besok saja belum tahu apa yang bisa dimakan,” ujar perempuan yang menamatkan pendidikan sarjananya pada salah satu kampus swasta di Malang.

Kaji Bejo, akhirnya menjadi panggilan orang sekitarnya ketika tahu En K akhirnya pergi menunaikan rukun Islam kelima. Betapa tidak, dalam hitungan satu bulan pengurusan, kerinduannya pada Baitulloh akan segera terobati.

En K sebagai anak tunggal di keluarganya, menjadi satu-satunya ahli waris pengganti haji ibunya yang sudah sepuh dan tidak layak terbang dari sisi kesehatan. Diantara rasa gembira dan sedih meninggalkan ibunya yang masih sakit dan membutuhkan perawatan, wanita paruh baya ini pun akhirnya berangkat dan tiba di Embarkasi Surabaya pada Senin (6/6) malam.

Tanpa berbekal uang sepeser pun dari rumah, mantan Sekretaris pada salah satu desa di Magetan ini tak pernah menampakkan wajah murungnya.

“Saya dikasih sangu sama tamu-tamu saya, anak saya, tapi ga saya bawa. Malah saya ga bawa dompet. Ga masalah, niat saya itu ibadah, itu saja,” tutur wanita yang biasa kerja serabutan sebagai sopir carter, manol, maupun buruh tani ini.

Menantu dari kyai desa ini lantas menceritakan kegagalannya berangkat haji beberapa waktu silam. Tahun 2000, saat Eka masih menjadi sekretaris desa, ia digaji dengan mengelola tanah bengkok. Tanah tersebut lantas ia sewakan selama setahun dan mendapatkan uang sebesar empat juta rupiah.

” Uang itu saya depositokan untuk daftar haji. Padahal waktu itu, biaya haji masih sekitar 8 atau 10 jutaan lah,” tutur ia mengenang masa lalunya.

Tak berselang lama, seorang memerlukan bantuan pinjaman kepadanya. Jiwa tidak teganya pun berpihak pada sang peminjam. Uang deposito yang sudah ia gadang-gadang untuk biaya haji pun akhirnya berpindah tangan.

“Ternyata uangnya tidak dikembalikan. Padahal saya sudah beli baju putih, mukenah. Saking sedihnya, rindu saya tertunda, saya kasihkan baju putih saya pada orang. Cuma mukenahnya saya sisakan, saya pakai sholat tiap hari raya, dan sekarang saya bawa pergi haji,” ujarnya sambil terisak.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist