Aulanews.id – Sampang,
Rais Aam Syuriah PBNU KH Miftachul Akhyar mengungkapkan tiga tongkat pusaka “kesaktian” (kebesaran) jam’iyah/organisasi dan jamaah/anggota NU yakni sami’na wa atho’na (kepatuhan ulama), tabayyun (cek informasi tentang NU), dan tertib regulasi (peraturan-AD/ART).
“Sekarang, kesaktian NU masih jam’iyah, bukan jamaah, jadi organisasinya yang besar, tapi jamaahnya belum besar secara ekonomi atau tidak sejahtera, apa NU-nya kurang sakti,” katanya dalam keterangan tertulis, Kamis 31 Oktober 2024.
Saat menghadiri pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Sampang 2024-2029 (29/10), Kiai Miftah mengutip perintah “Iqra'” (Baca/Ilmu) dalam Al-Qur’an itu disambungkan dengan perintah “Iqra’ bismi Robbik” (Bacalah dengan Nama Tuhan-MU).
“Artinya, perintah Ilmu/Baca itu menyatu dengan perintah Ibadah (Ketuhanan/Sholat). Pintar, gelar, atau ilmu yang tinggi itu penting, tapi bukan iqra saja, bukan menjadi ulama/ilmu saja, karena bisa melahirkan sikap mementingkan pribadi/kelompok/golongan, tapi kalau dipadukan dengan atas nama Allah, maka akan ada kebersamaan,” katanya.
Pengasuh Pesantren Miftakhussunnah, Kedungtarukan, Surabaya itu mencontohkan Sampang yang sejak dulu dikenal tidak mempunyai gedung bioskop atau tempat kemaksiatan, bahkan NU-nya 99 persen, tapi kenapa masyarakatnya masih belum baik secara kesejahteraan.
“Kebesaran (karomah/kesaktian) secara jam’iyah (organisasi) dan secarajamaah (anggota) yakni sami’na wa atho’na (kepatuhan pada ulama); tabayyun (cek/tertib bila ada informasi yang tidak jelas tentang NU dan jamaah NU); dan tertib regulasi/peraturan-AD/ART (kepatuhan pada hasil kesepakatan),” katanya.
Apalagi, NU adalah organisasi pengkhidmatan atau pelayanan dari para ulama kepada umat/bangsa. Khidmat/pelayanan itu tidak ada perebutan, permusuhan, saling hasut, dan hal-hal negatif, namun khidmat itu justru menjadikan NU sebagai “rahmatan lil alamin” bagi semuanya.
“Kalau ada yang bilang bahwa kebenaran agama itu ditegakkan dengan perang, seperti ada dalam salah satu dari 40 hadits dalam Arbain An-Nwawiyah, maka perintah perang itu harus dipahami bukan sebagai aksi, tapi reaksi atau mempertahankan diri. Justru, Islam berkembang karena jujur, adil, dan akhlak, banyak non-Muslim tertarik di situ,” katanya.
Sementara itu, Ketua PWNU Jatim, KH. Abdul Hakim Mahfudz atau akrab dipanggil Gus Kikin, menyampaikan bahwa NU itu besar sejak lahir pada tahun 1926. NU didirikan untuk misi internasional, yaitu keperluan untuk mengirim utusan komite hijaz dalam misi internasional.