Aulanews.id.Probolinggo.Kameramen yang profesional harus berani dalam mengambil gambar. Tidak hanya fokus di satu titik. Tapi harus banyak angle dan gambar. Sehingga informasi yang disampaikan kepada pemirsa lebih variatif. Sedangkan gambar yang dihasilkan tidak monoton dan membosankan.
“Semakin variatif posisi dan gambar yang dihasilkan, akan semakin bagus. Demikian juga sebaliknya. Tidak hanya berlaku untuk video jurnalistik. Untuk youtuber atau content creator, juga sama,” terang Ahmad Taufik memberi tips kepada peserta Workshop Menulis dan Video Kreatif di SMPIT Pelita, Minggu (17/7)
Selain itu, lanjut Taufik -panggilan akrabnya, semakin banyak gambar yang diambil, akan mempermudah dalam proses editing. “Editor mempunyai banyak stok gambar. Tidak akan bingung saat editing. Sehingga editor lebih leluasa dalam editing,” Taufik yang sehari-hari sebagai Pemred Aula Media TV ini.
Gambar yang diambil juga harus mengandung 5W (what, who, where, when, why) + 1 H (How). Sehingga, pemirsa bisa mengetahui detil peristiwa yang terjadi. “Ini akan mempermudah pemirsa memahami apa yang kita tayangkan,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Taufik, tanpa narasi sekalipun, pemirsa akan paham. Misalnya tempat kejadian. Tidak harus ditulis alamatnya, tapi cukup mengambil gambar yang menunjukkan alamat. “Bisa gambar papan nama atau penunjuk jalan,” terangnya.
Agar video yang dihasilkan bagus, ada teknik khusus pengambilan sebuah gambar. Misalnya, teknik Tilting. Yakni, gerakan kamera ke atas (Tilt Up) dan ke bawah (Tilt Down). Sementara posisi kameranya tetap. “Ini digunakan saat wawancara dengan tokoh dan bukan tokoh. Tidak membedakan posisi seseorang. Tapi lebih kepada etika saja,” ungkapnya.
Teknik lain adalah panning. Yakni, gerakan kamera ke kanan atau kiri. Sedangkan kamera tetap di tempat. Panning digunakan, jika gambar tidak bisa masuk semua ke dalam frame. “Yang sering terjadi, setelah bergerak ke kanan. Kamera digerakkan ke kiri. Padahal gambarnya sama saja. Ini tidak boleh dilakukan,” terangnya.
Dalam wawancara, bisa menggunakan teknik head shot. Yakni, memberikan ruang di atas kepala narasumber yang diwawancarai. Sehingga, kepala narasumber tidak terkesan terpotong. “Untuk pengambilan gambarnya bisa close up. Dari batas bahu sampai atas kepala,” jelasnya.
Taufik juga mengingatkan beberapa hal yang harus dihindari. Misalnya, mengurangi penggunaan zoom. Selain merusak kualitas gambar. Video yang dihasilkan terlihat amatir dan membuat pusing penonton. “Hindari backlight dan jangan membiasakan menggukana special effect,” tambahnya.
Peserta juga diajak praktik langsung oleh pemateri. Masing-masing kelompok diminta membuat video kegiatan workshop. Satu persatu peserta mengabadikan tempat kegiatan SMPIT Pelita hingga kegiatan workshopnya. Kemudian, hasil video peserta dibahas bersama-sama. “Dengan praktik, lebih jelas dan tahu kesalahannya seperti apa,” kata Elyn, salah satu peserta workshop.
Sementara itu, Ketua FLP Cabang Probolinggo Puspa Indah Puja Hanifah mengatakan, kegiatan workshop yang digelar Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) bersama Yayasan Pelita Umat dan Forum Lingkar Pena (FLP) Cabang Probolinggo ini, akan ada tindak lanjutnya. “Nanti ada pertemuan lanjutan untuk pendalaman materi,” terang Puspa.
Untuk kegiatan terakhir workshop, lanjut P kembali digelar Sabtu (23/7). Materinya menulis berita untuk media cetak dan online. Sedangkan pendaftaran lomba menulis dan video kreatif mulai tanggal 1-31 Juli. Rencana pengumuman tanggal 7 Agustus 2022. “Buruan daftarnya. Mumpung masih ada waktu. Nanti hasil lomba akan dibukukan dan dikirim ke Kemenko PMK,” tambahnya. (Fik)