“Di masjid ini, kami mengikuti Dewan Fatwa dan Penelitian Eropa dan ketetapan jadwal Ramadhan pada 45 LU (lintang utara). Selain fatwa dewan, di Eropa juga ada Fatwa Ezher,” jelas Malik.
“Fatwa ini (Fatwa Ezher) mengisyaratkan bahwa puasa dapat dipersingkat dan tidak ada kewajiban bagi seseorang untuk berpuasa selama 22 jam. Sebab, puasa selama 22 jam adalah sesuatu yang sulit diterapkan,” lanjut dia.
Malik menyebutkan, waktu berbuka bagi kelompok muslim Masjid El-Nur adalah sekitar pukul 9 malam. Dua jam lebih cepat dibandingkan dengan waktu normal puasa Ramadhan di Islandia yang berbuka pada pukul 11 malam.
Sejalan dengan keyakinan kelompok muslim Masjid El-Nur, salah seorang warga muslim Islandia Mercan Koca juga memilih berpuasa selama 18 jam. Ia mengaku puasa selama 22 jam terlalu memberatkan untuknya, terutama bagi kaum pekerja dan orang tua seperti dirinya.
“Beberapa dari mereka (muslim Islandia) berpuasa selama 18 jam, sementara beberapa lebih memilih untuk berpuasa selama 22 jam. Kami (Koca dan keluarga) berpuasa selama 18 jam karena puasa 22 jam itu berat bagi kami,” jelas dia.
Lebih lanjut, atase urusan agama Turki di Inggris Mahmud Özdemir turut berpendapat. Menurutnya, bagi sejumlah negara di dunia ini memang ada yang kesulitan dalam menentukan jadwal puasa Ramadhan. Sebab itu, Özdemir menekankan praktik pelaksanaan puasa diserahkan pada keyakinan masing-masing.