“Kami juga mendengar contoh kasus tertentu di mana orang-orang (sampai) pingsan karena durasi waktu puasa yang panjang,” tutur dia.
Berdasarkan kedua kisah Sulaman dan Mansoor di atas, ternyata muslim di negara dengan durasi puasa terlama memilikinya caranya masing-masing dalam menunaikan ibadah puasa Ramadhan. Perbedaan anutan bagi muslim di Islandia ternyata merupakan fenomena yang tidak dapat terelakkan.
“Perbedaan pendapat tentang waktu buka puasa dan sahur (dapat) terlihat pada jadwal Ramadhan di masjid-masjid, yang terletak di ibu kota Islandia, Reykjavik. Mereka (muslim Islandia) terbelah antara 2 jadwal Ramadhan karena matahari hampir tidak pernah terbenam di bagian Islandia saat musim panas,” tulis Daily Sabah.
Menariknya, golongan muslim di Islandia ternyata terbagi ke dalam dua kelompok. Bagi pengikut Masjid El-Nur Reykjavik, mereka menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama 18 jam, seperti Mansoor.
Di sisi lain, ada pula kelompok muslim yang mengadopsi jadwal Pusat Kebudayaan Islam Islandia. Kelompok ini cenderung didominasi oleh orang-orang Arab yang berpuasa selama 22 jam. Seperti halnya Sulaman, seorang warga berkebangsaan Pakistan yang tinggal di Islandia.
Mengenai permasalahan perbedaan jadwal buka dan sahur Ramadhan di Islandia, salah satu imam di Masjid El-Nur Ismail Malik mengemukakan pendapatnya. Ia menyebut, kelompok muslim di masjidnya menganut isi fatwa dari Dewan Fatwa dan Penelitian Eropa dan Fatwa Ezher.
Berdasarkan isi fatwa tersebut, kata Malik, tidak ada kewajiban bagi seorang muslim di Islandia untuk berpuasa selama 22 jam. Dalam artian, fatwa tersebut mengisyaratkan kebolehan persingkat waktu puasa.