Aulanews.id – Seiring dengan peringatan 77 tahun kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2022 yang lalu, permasalahan stunting masih tetap mengemuka di negara ini. Angka sebesar 24,4 persen anak-anak mengalami stunting, mengingatkan kita pada tantangan serius yang perlu diatasi. Menurut World Health Organization (WHO), stunting adalah gangguan pertumbuhan anak akibat kurang gizi, serangan infeksi berulang, serta kurangnya stimulasi psikososial. Anak dianggap mengalami stunting apabila tinggi badan mereka lebih dari dua standar deviasi di bawah Standar Pertumbuhan Anak WHO untuk usia tertentu.
Faktor Penyebab Stunting pada Anak
Penyebab stunting, menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), bisa dibagi menjadi faktor lingkungan dan genetik. Lingkungan memiliki peran krusial yang masih dapat diubah untuk mengatasi masalah perawakan pendek atau stunting. Aspek lingkungan seperti status gizi ibu, pola pemberian makan anak, kebersihan lingkungan, serta tingkat infeksi pada anak berkontribusi pada perawakan pendek. Meskipun faktor genetik dan hormonal juga mempengaruhi, sebagian besar stunting disebabkan oleh kekurangan gizi.
Dampak Stunting pada Anak
Usia di bawah lima tahun dikenal sebagai masa keemasan pertumbuhan anak. Pada periode ini, anak menyerap informasi dari lingkungan mereka, memengaruhi pola pikir dan perilaku di masa depan. Oleh karena itu, asupan nutrisi yang cukup dan rangsangan komunikasi serta perilaku yang tepat dari lingkungan, terutama orang tua, sangat penting. Jika asupan gizi dan rangsangan komunikasi tidak memadai, stunting bisa terjadi, menyebabkan keterlambatan pertumbuhan, berat badan, tinggi badan, dan keterampilan motorik serta sensorik yang rendah dibandingkan anak sebaya.