Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang pada awalnya adalah memerdekan diri dengan cara memisahkan diri dari NKRI. Tapi dengan adanya pernjanjian Helsinki semua itu sudah hilang. Atas dasar perdamaian antara GAM dan RI, perlu ada penjelasan dan pemahaman dikalangan masyarakat luas agar uoaya pembodohan politik oleh pihak-pihak tertentu dapat dihindari.
“Saya sebagai GAM independen ingin mengontrol dan mengawasi, jangan sampai terjadi pembodohan dan pembohongan politik terhadap bangsa Aceh”, ujar Syekhi di Jakarta.
Menurutnya karena Aceh sejak dulu konflik memang karena ideologinya. Maka ketika hal ini tidak diselesaikan dengan baik bersama kesepakatan yang telah ada, harus kembali ke dasar.
Jika mengacu pada perjanjian Helsinki, Aceh sekarang sudah dibawa kearah kemajuan, harus ada perubahan ekonomi. Jadi jangan sampai Partai lokal di Aceh sekarang ini tidak inspiratif dan tidak aspiratif. Dalam arti, Partai lokal ini seharusnya bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi di Aceh secara damai, hukum dan bermarwah.
Namun yang ada kini justru ada pembodohan dan kebohongan. Apalagi sekarang ada anak Syuhada (JASA/ Jaringan Aneuk Syuhada Aceh), yang mana merupakan anak-anak yatim GAM yang diminta untuk mendukung Partai lokal. Dan dijadikan sebagai alat politik dari para elit dan petinggi GAM seperti Muzakir Manaf yang ingin mencalonkan sebagai Gubernur pada Pilkada 2024 dan sekaigus mengamankan kepentingan kelompoknya dengan menjadikan JASA (Anak Syuhada Aceh) sebagai alat politik yang selalu menyerang pemerintah.
Sementara itu Partai lokal tidak ada transparansi karena pada dasarnya perjuangan dari Partai lokal tujuannya tetap ingin referendum dan digunakan sebagai alat politik untuk membuat kenyang para elit dan petinggi mantan GAM saja”, jelas Syekhi.