Catatan Mas Dian
Aulanews.id – Raden Paku bin Maulana Ishaq adalah keturunan Raja Blambangan. Bahkan nama Giri, tempat tinggalnya, terletak di wilayah Gresik, dan terkait dengan nama ibu kota Blambangan saat itu. Kini “Giri” menjadi nama sebuah kecamatan di Kabupaten Banyuwangi.
Dalam hal pendidikan, Sunan Giri berguru kepada Sunan Ampel.
Nyai Ageng Pinatih, sebagai orang tua angkat Joko Samudra (Sunan Giri/Raden Paku), mengirimnya ke Ampeldenta untuk belajar bersama Sunan Ampel. Ketika belajar Islam dari Sunan Ampel, Joko Samudra mengubah namanya menjadi Raden Paku.
Dari sisi dakwah, Sunan Giri fokus pada pendidikan. Hasil penelitian Fuad Falakhudin (2017: 7) menunjukkan bahwa usahanya untuk mendirikan “Pesantren Giri” telah memberikan dampak yang kuat pada santri dari Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan, Makassar, Lombok dan daerah lainnya, Sumbawa, Sumba, Flores, Ternate, Tidore dan Hitu.
Selain pesantren, pada bidang seni, Sunan Giri juga mahir dalam menciptakan permainan anak-anak seperti jelungan, jamuran, gendi gerit, dan berbagai tembang anak lainnya seperti padang bulan, jor, gula ganti, cublak-cublak suweng.
Pada konteks inilah dakwah yang dilakukan oleh Sunan Giri penuh dengan nilai-nilai rahmah (kasih sayang) dan kearifan lokal, local wisdom.
Karena pemahaman dan pengamalan keagamaan bisa dinilai berlebihan jika ia melanggar tiga hal:
Pertama, nilai kemanusiaan.
Kedua, kesepakatan Bersama.
Ketiga, ketertiban umum.
Konsep dakwah Sunan Giri yang terlebih dahulu melakukan pengabdian kepada Allah SWT dalam bentuk menjalankan ajaran-Nya yang berorientasi pada upaya untuk memuliakan manusia dalam memperkenalkan ajaran agama Islam dan bukan ekstrem atau terjebak dalam praktek beragama atas nama Tuhan untuk hanya membela keagungan-Nya saja seraya mengenyampingkan sisi-sisi kemanusiaan.
Konsep Syiar dakwah yg akan dilakukan di tengah masyarakat yg majemuk, wajib melakukan penggemblengan (kawah candra dimuka) di pesantren, karena pesantren adalah implementasi dari Islam yang rohmat lil alam.
Adopsi pola pendidikan pesantren dari masa ke masa, sedikit demi sedikit mengalami perubahan yg signifikan.
Dan yang terjadi sekarang mirisnya Lulusan2 pesantren salaf TERPINGGIRKAN yang menurut beberapa pihak lulusan2 Pesantren kurang mempunyai daya saing dan kurang mempunyai nilai kompetitif di beberapa bidang.
Ketika melihat kondisi daya saing atau standart kompetisi didasarkan pada S1, S2, S3, S teh, S campur dsb.
Disitulah TITIK KRONIS nya.