Aulanews.id – Surabaya, Penulis Nabila Dewi Gayatri atau NDG, akan menggelar Pameran Tunggal Seni Rupa bertajuk ‘Angon Angin’ di Galeri Merah Putih dan Galeri DKS, Balai Pemuda Surabaya, selama 9 hari, mulai 19 sanpai 27 Oktober 2024. Event yang digelar rutin dalam memperingati Hari Santri ini menurut rencana akan dibuka oleh Ketua PWNU Jawa Timur, KH. Abdul Hakim Mahfudz oada Sabtu (19/10), pukul 16.00 WIB.
Nabila mengatakan pameran tunggalnya digelar sebagai penanda hadirnya semacam musim yang penuh ketidakpastian, situasi anomali cuaca yang tak terprediksi arahnya dan jika kita cermati dan merasai sekeliling, maka alam seolah ‘jumbuh’ dengan manusianya. Menurutnya, dunia sedang senandungkan ironi: perang di beberapa belahan dunia tak kunjung usai, bencana di mana-mana, krisis pangan dan energi tampak makin dekat dan segera menggilas kita.
Bagaimana dengan Indonesia? Menurut Nabila, paska pemilihan umum keadaan tidak baik-baik saja, dimana moralitas hanya lip service, uang menjadi transaksi untuk berbagai kepentingan, bargaining kekuasan dan mengusai semena-mena di depan mata. “Sungguh, kita kehilangan pamomong, kehilangan tauladan kebajikan juga kehilangan sosok pemimpin yang negarawan,” sergahnya.
Menurut Nabila, Indonesia yang begitu besar, plural, banyak potensi masalah, membutuhkan adanya pengayom, orang-orang yang sanggup menyatukan perbedaan, menempatkan semua golongan dalam satu ikatan. Jika tidak, lanjut prlukis berinisial NDG ini, Indonesia akan terus dirundung ketegangan, orang-orang tak bertanggung-jawab terus membuat gaduh. Ada banyak pihak yang ingin menggoyahkan sendi-sendi bangsa. “Sesungguhnya negara ini menyimpan begitu banyak potensi untuk maju, namun sekaligus memiliki beban masalah yang pelik. Keberagaman yang dimilikinya adalah anugerah sekaligus kutukan,” imbuhnya.
Nabila melihat, ancaman akan terus datang tak kenal lelah. Satu kekuatan dibenturkan dengan kekuatan lain. Satu golongan digesekkan dengan golongan lain, agar muncul kekacauan. Seperti upaya membakar rumah untuk membuat kegaduhan, dan orang-orang jahat berkesempatan melakukan pencurian, saat rumah itu dikepung api. “Maka wajib hukumnya bagi kita, membaca semua itu dengan cerdas,” ajaknya.
Disinilah, Nabila terundang rindu kepada Gus Dur sebagai Guru Bangsa, yang serupa bocah angon yang humoris. Gus Durlah yang menurutnya, bisa ‘Angon Angin’ sebagai avatar pengendali angin, cuaca dan anomali saat ini, di mana kekuatan elit dan oligarki setiap saat bermain menentukan pemimpin, juga masa depan negeri. Menyaksikan situasi kegamangan dan keterpecahan, maka kita butuh pemersatu bangsa, pembimbing arah dan tujuan. “Indonesia butuh pemimpin yang berwatak ‘pinandita’ sekaligus ‘kewahyon’, yang dibimbing langsung oleh Tuhan dan direstui semesta, yang nanti menjadi bocah ‘Angon Angin’ layaknya Gus Dur, yang mampu mengendalikan situasi kadya gabah den interi,” kenangnya