Israel akan dihadapi dengan pilihan yang sulit, termasuk tentang cara mengalokasikan sumber dayanya. Misalnya, Israel mungkin perlu memangkas pengeluaran di beberapa bidang ekonomi atau menambah utang. Lebih banyak pinjaman akan membuat pembayaran pinjaman menjadi lebih besar dan lebih mahal untuk dilunasi di masa mendatang.
Memburuknya situasi keuangan Israel telah mendorong lembaga pemeringkat kredit besar untuk menurunkan status negara tersebut. Fitch menurunkan skor kredit Israel dari A+ menjadi A pada bulan Agustus dengan alasan bahwa peningkatan belanja militernya telah menyebabkan pelebaran defisit fiskal menjadi 7,8% dari PDB pada tahun 2024, naik dari 4,1% tahun sebelumnya.
Hal ini juga berpotensi membahayakan kemampuan Israel untuk mempertahankan strategi militernya saat ini. Strategi ini, yang melibatkan operasi berkelanjutan di Gaza yang bertujuan menghancurkan Hamas, membutuhkan pasukan darat, persenjataan canggih, dan dukungan logistik yang konstan – yang semuanya membutuhkan biaya finansial yang besar.
Selain indikator ekonomi makro, perang tersebut berdampak besar pada sektor-sektor tertentu dalam perekonomian Israel. Sektor konstruksi, misalnya, melambat hampir sepertiga dalam dua bulan pertama perang. Dan pertanian juga terpukul, dengan produksi turun seperempat di beberapa area.
Sekitar 360.000 tentara cadangan dipanggil pada awal perang – meskipun banyak yang telah kembali ke rumah. Lebih dari 120.000 warga Israel telah dipaksa meninggalkan rumah mereka di daerah perbatasan. Dan 140.000 pekerja Palestina dari Tepi Barat tidak diizinkan memasuki Israel sejak serangan 7 Oktober.