Perkembangan ini menandai “pelanggaran mencolok terhadap resolusi 1701 dan hukum internasional”, tegas Misi PBB, mengacu pada resolusi Dewan Keamanan yang diadopsi setelah perang tahun 2006 di Lebanon antara Israel dan Hizbullah, yang berupaya mengakhiri konflik mereka.
Gerakan berbahayaDalam beberapa hari terakhir, UNIFIL juga melaporkan operasi IDF yang sedang berlangsung di utara Jalur Biru yang dipatroli PBB, meskipun ada perjanjian gencatan senjata 60 hari ditandatangani pada 27 November 2024 oleh Pemerintah Israel dan Lebanon.
Secara khusus, resolusi tersebut menyerukan agar Israel menarik diri dari Lebanon selatan dan agar Hizbullah mengakhiri kehadiran bersenjatanya di sana, dalam jangka waktu yang sama.
Perjanjian tersebut dirancang untuk mengakhiri permusuhan antara Israel dan Hizbullah yang kembali meletus pada Oktober 2023, setelah dimulainya perang di Gaza.
Dalam perkembangan situasi, badan-badan bantuan PBB melaporkan bahwa kebutuhan kemanusiaan yang kompleks masih ada di Lebanon.
Menurut badan migrasi PBB, IOM, lebih dari 860.000 orang yang terpaksa mengungsi di Lebanon akibat konflik baru-baru ini kini telah kembali ke komunitas asal mereka, namun hampir 124.000 orang masih mengungsi.
Sejak 8 Desember ketika rezim Assad runtuh, sekitar 90.000 orang juga telah tiba di Lebanon dari Suriah – baik warga negara Lebanon maupun Suriah – untuk menghadapi “kerusakan rumah dan infrastruktur penting yang meluas, gangguan pada layanan penting, risiko persenjataan yang meledak, terbatasnya mata pencaharian dan mekanisme penanggulangannya habis”, badan pengungsi PBB, UNHCR memperingatkan.
Mereka yang tetap berada di wilayah yang terkena dampak konflik selama eskalasi permusuhan dan “menghadapi kondisi yang mengerikan karena layanan penting sangat terbatas untuk jangka waktu yang lama”, kata badan PBB tersebut, dalam seruan untuk “bantuan kemanusiaan segera dan dukungan pemulihan jangka panjang.” ”.
