Contoh lain misalnya, seseorang yang menisbahkan Siti Aisyah kepada perbuatan keji (al-fahisah) melalukan zina seperti pendapat salah Tokoh Syi’ah ekstrim dari Kuwait (sekarang tinggal di London) yaitu Yasir al-Habib yang menulis buku Aisyah. Ia menganggap Siti Aisyah telah berbuat zina, sementara wahyu al-Qur’an telah turun untuk memberikan penjelasan dan putusan kebebasan Siti Aisyah dari perbuatan keji, maka orang seperti ini wajib di kafirkan.
Gus Ulil juga menegaskan, kita jangan mudah mengkafirkan sesama muslim, karena tindakan takfir disamping menimbulkan permusuhan, juga sangat berbahaya, baik secara keagamaan, sosial dan politik. Tentu saja, sisi lain tindakan mentakfir tak bisa di hindarkan, ada orang-orang yang harus di kafirkan. Dalam hal ini, menurut al-Ghazali, kita tidak boleh mengkafirkan secara serampangan seperti, kecenderungan “tren” yang kita saksikan dalam 10 dan 20 tahun terakhir di Indonesia.
Lalu bagaimana makna kafir dalam al-Qur’an?
Faktanya, umat Islam pasti pernah mendengar kata kafir, karena kata ini adalah lazim diucapkan oleh satu kelompok kepada kelompok lain terutama dengan niat merendahkan (menyesatkan). Bagaimana sebenarnya kata kafir di konseptualisasikan di dalam al-Qur’an?
Kalau kita perhatikan secara semantik, kata kafir sering kali di artikan sebagai “penutup”. Itu sebabnya, al-Qur’an menyebut seorang petani al-kuffar (kafir), karena ia menutup benih dengan tanah. Dengan demikian kafir adalah suatu tindakan tutup-menutupi. Sama dengan orang tertutup hatinya, yang tidak bisa menangkap kebenaran, maka ia disebut orang kafir.
Alih-alih tertutupkan, jika kita perhatikan ayat-ayat lain, kafir merupakan antonim dari iman, yaitu orang yang mengingkari Allah Swt dan ayat-ayatnya. Tak hanya itu, kata kafir juga menunjuk pada orang tidak mensyukuri karunia nikmat yang diberikan oleh Allah Swt. Al-Qur’an sudah menyatakan dengan tegas; “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (QS. Ibrahim: 07).