Pertama, keterbatasan kemampuan adopsi teknologi digital dan kemampuan literasi digital pelaku UMKM. Digitalisasi UMKM lebih dari sekadar mengembangkan produk melalui pemasaran online untuk memperluas pangsa pasar, tetapi juga pola pikir dalam pemanfaatan teknologi digital.
Kedua, berkaitan dengan pembiayaan, hingga saat ini masih banyak pelaku UMKM yang belum mampu menyusun laporan pembukuan dan administrasi keuangan yang benar-benar tertata secara digital.
Ketiga, dari segi produksi, keinginan untuk memperluas pasar ekspor berbasis digital seringkali terkendala pada kemampuan pelaku UMKM memenuhi standardisasi produk yang diinginkan.
Keempat, faktor lain yang menghambat aktivitas digital ekonomi, terutama bagi pelaku UMKM, adalah regulasi dan prosedur dalam bisnis lintas batas (cross border business) yang rumit, mahal dan memakan waktu.
“Tantangan UMKM ke depan yang harus diatasi bersama oleh segenap stakeholders terkait antara lain berkaitan dengan inovasi dan teknologi, literasi digital, produktivitas, legalitas atau perizinan, pembiayaan, branding dan pemasaran, sumber daya manusia, standardisasi dan sertifikasi, pemerataan pembinaan, pelatihan, dan fasilitasi, serta basis data tunggal. Oleh karena itu, pada tahun 2023, selain pendampingan teknologi digital juga dilakukan inkubasi bisnis untuk 100 pelaku UMKM yang sudah memiliki kemampuan digital dalam memasarkan produknya,” ujar Boni.