“Dalam konteks hukum, perspektif ini akan diuji oleh berbagai pihak seperti jaksa, pengacara, dan saksi ahli. Akhirnya, hakim akan memutuskan definisi yang benar, seperti dalam kasus objek ‘gelas’ tersebut,” ungkapnya.
Sri Yunanto mengklasifikasikan bahwa ungkapan tertentu bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran hukum lainnya. Proses hukum harus dilakukan dari tahap awal seperti verifikasi, penyelidikan, penyidikan, hingga sidang dan tuntutan.
“Meskipun Indonesia adalah negara demokrasi yang memberi kebebasan berpendapat, ada batasan yang harus dihormati agar tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Pengamat politik ini juga memperingatkan tentang bahaya radikalisme dan perlunya menghindari intoleransi serta tindakan kekerasan yang dapat merusak demokrasi dan persatuan.
“Pemerintah memang memiliki tanggung jawab untuk kesejahteraan rakyatnya, dan kritik terhadap pemerintah harus didasarkan pada bukti autentik, bukan hanya opini pribadi. Kritik harus fokus pada kekurangan kebijakan atau pencapaian pemerintah yang dapat diidentifikasi dengan fakta yang jelas,” papar Sri Yunanto. (MEM)