Aulanews.id, Jakarta –
Pengamat politik Sri Yunanto menyatakan pentingnya tanggung jawab seorang figur publik dalam menyampaikan pendapat di depan khalayak. Seorang figur publik harus menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar dalam memilih kata-kata yang tepat untuk menyampaikan pikiran mereka.
Pernyataan ini muncul setelah Rocky Gerung dianggap telah menyebarkan ujaran kebencian terhadap Presiden Jokowi. Sri Yunanto menyatakan bahwa norma dan nilai yang berlaku dalam masyarakat seharusnya menjadi pedoman moralitas bagi semua orang dalam berbicara, terutama bagi mereka yang menjadi panutan banyak orang.
“Jika pendapat tidak disampaikan dengan etika, hal ini bisa merusak budaya beradab dan bermoral bangsa, bahkan dapat memicu konflik,” ungkap Profesor Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta ini kepada Antara.
Ia menjelaskan bahwa ungkapan yang tidak etis dapat memicu emosi individu tertentu, dan seseorang yang menjadi sasaran pembicaraan mungkin dapat menghadapinya dengan baik, tetapi pengikutnya mungkin tidak memiliki kapasitas yang sama.
“Saya khawatir jika tindakan tidak etis tidak dihadapi dengan proses hukum, hal ini dapat menciptakan preseden buruk di masa depan. Siapa pun bisa saja menggunakan kata-kata yang menghina, bahkan terhadap presiden saat ini, calon presiden, atau presiden berikutnya, dan ini harus dihindari,” ujarnya.
Sri Yunanto juga menjelaskan bahwa perspektif hukum tidak boleh diterjemahkan sesuai keinginan pribadi. Ia menggunakan contoh bahwa jika suatu objek disebut sebagai “gelas” oleh masyarakat, maka harus diakui sebagai “gelas” dan tidak boleh diartikan sesuai persepsi sendiri.
“Dalam konteks hukum, perspektif ini akan diuji oleh berbagai pihak seperti jaksa, pengacara, dan saksi ahli. Akhirnya, hakim akan memutuskan definisi yang benar, seperti dalam kasus objek ‘gelas’ tersebut,” ungkapnya.
Sri Yunanto mengklasifikasikan bahwa ungkapan tertentu bisa dianggap sebagai pencemaran nama baik atau pelanggaran hukum lainnya. Proses hukum harus dilakukan dari tahap awal seperti verifikasi, penyelidikan, penyidikan, hingga sidang dan tuntutan.
“Meskipun Indonesia adalah negara demokrasi yang memberi kebebasan berpendapat, ada batasan yang harus dihormati agar tidak melanggar norma dan hukum yang berlaku,” ujarnya.
Pengamat politik ini juga memperingatkan tentang bahaya radikalisme dan perlunya menghindari intoleransi serta tindakan kekerasan yang dapat merusak demokrasi dan persatuan.