Pemerintah Perlu Sahkan UU Koperasi, Kenapa?

Herman menegaskan, pokok-pokok pengaturan sanksi pidana koperasi juga sudah diatur dalam UU Perkoperasian sebelumnya yaitu UU Nomor 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi, UU Nomor 14 Tahun 1965 tentang Perkoperasian, UU Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian.

Kemudian, UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian, dan UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi sampai sekarang. Herman berharap RUU Perkoperasian yang baru nantinya tetap mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Koperasi yang nilainya masih sesuai dengan kondisi saat ini.

“Hanya sebagian kecil pasal-pasalnya yang perlu disesuaikan, oleh karena itu kami mengusulkan agar menggunakan undang-undang tersebut, tetapi dengan mengupdate perkembangan terakhir, sehingga RUU Perkoperasian ini lebih luwes dan ramping,” ucap Herman.

Selain itu, dia juga mengusulkan agar RUU Perkoperasian mengatur hanya hal-hal pokok dan substantif terkait dengan aspek jati diri, organisasi, permodalan, tata kelola, usaha, peran Pemerintah, serta ketentuan pidana dalam kehidupan koperasi Indonesia.

Kemudian, ketentuan yang mengatur organisasi dan usaha koperasi, sebagaimana dimaksud huruf (a) juga harus dijaga agar tidak bertentangan dengan ketentuan regulasi yang sudah ada, seperti yang sudah diatur dalam UU Nomor 11 Tahun 2020 yang diubah dengan Perpu Nomor 2 Tahun 2022. Selanjutnya, diusulkan juga tidak mengulang atau mengangkat kembali ketentuan yang telah dibatalkan oleh Keputusan Mahkamah Konstitusi No.28/PUU-XI/2013.

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menegaskan komitmen Indonesia untuk mendorong perdagangan yang terbuka, teratur, namun tetap adil dalam Leaders Retreat Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) 2024...

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist