Pemerintah Afghanistan Larang Perempuan untuk Sekolah

Perempuan Afghanistan. (Foto: Republika)
Perempuan Afghanistan. (Foto: Republika)

Sedangkan di ibu kota, Kabul, truk pick-up yang penuh dengan laki-laki dan anak laki-laki melintasi kota. Para pria mengerumuni Alun-Alun Syuhada, berswafoto dan memanjat ke sebuah monumen. Anak laki-laki berpose dengan senapan. Mujahid mengklaim pemerintah saat ini bertindak secara bertanggung jawab dan rakyat Afghanistan mendambakan konsensus dan persatuan. “Tidak perlu ada yang memberontak,” katanya.

Badan-badan bantuan, kelompok-kelompok hak asasi manusia, dan PBB mengeluarkan pernyataan yang mengutuk pemerintahan Taliban pada pekan ini. Mereka memperingatkan krisis kemanusiaan yang mencengkeram penduduk Afghanistan.

World Vision mengatakan, jumlah orang yang membutuhkan bantuan meningkat sekitar lima juta jiwa. Dikatakan 15 juta orang akan menghadapi tingkat kerawanan pangan “krisis” tahun ini, dengan 2,8 juta dalam kategori “darurat”, tertinggi keempat di dunia.

Aliansi kelompok hak asasi, termasuk Amnesty International, mengatakan, Taliban harus ditekan untuk mengakhiri pelanggaran dan penindasan. Kelompok itu harus diselidiki atas dugaan kejahatan berdasarkan hukum internasional, termasuk penganiayaan gender terhadap perempuan dan anak perempuan.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, keprihatinan tentang kurangnya akses warga Afghanistan ke layanan kesehatan dasar. Juru bicara Dr Margaret Harris mengatakan, 20 persen dari populasi menderita masalah kesehatan mental dan empat juta dari kecanduan narkoba serta gangguan terkait.

“Sebagian besar fasilitas kesehatan memiliki infrastruktur yang buruk, dan ada lebih sedikit petugas kesehatan yang memenuhi syarat karena imigrasi, pembatasan pergerakan dan pekerjaan perempuan, dan berkurangnya dana untuk membayar gaji dan menjaga agar fasilitas tetap buka,” kata Harris.
(Mg06)

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist