Sementara itu, di beberapa provinsi Afghanistan lainnya, Kementerian Dakwah dan Bimbingan Taliban, telah memisahkan anak perempuan berdasarkan usia. Menurut BBC Persian, pejabat dari kementerian tersebut sudah meminta kepada para kepala sekolah agar memulangkan siswi-siswi di atas kelas tiga.
Belum ada pernyataan resmi dari Taliban perihal larangan bersekolah bagi anak perempuan berusia di atas 10 tahun. Taliban berhasil mengambil alih kembali kekuasaannya di Afghanistan pada Agustus 2021. Hanya berselang sekitar sebulan, yakni pada September 2021, Taliban memutuskan melarang anak perempuan Afghanistan bersekolah di sekolah menengah. Sekolah tingkat menengah hanya dibuka untuk anak laki-laki.
Pada Desember tahun lalu, Taliban pun memutuskan melarang perempuan Afghanistan berkuliah. Menteri Pendidikan Tinggi Taliban Nida Mohammad Nadim mengatakan, larangan perempuan berkuliah diperlukan guna mencegah percampuran gender di universitas. Dia meyakini beberapa mata kuliah yang diajarkan di kampus, seperti pertanian dan teknik, tak sesuai dengan budaya Afghanistan serta melanggar prinsip-prinsip Islam.
Tak berselang lama setelah itu, Taliban memutuskan melarang perempuan Afghanistan bekerja di lembaga swadaya masyarakat atau organisasi non-pemerintah. Di luar pendidikan, Taliban juga melarang perempuan untuk berkunjung ke taman, pasar malam, pusat kebugaran, dan pemandian umum. Taliban pun melarang perempuan bepergian sendiri tanpa didampingi saudara laki-lakinya. Ketika berada di ruang publik, perempuan Afghanistan diwajibkan mengenakan cadar. Awal Juli 2023 lalu, Taliban juga memutuskan menutup seluruh salon kecantikan yang dikelola perempuan.
Pada Juni lalu Pelapor Khusus PBB untuk Situasi HAM Afghanistan Richard Bennett mengatakan, perlakuan Taliban terhadap perempuan dan anak perempuan di Afghanistan dapat dikategorikan sebagai apartheid gender. Hal itu karena Taliban mengekang hak-hak dasar mereka.
“Diskriminasi yang parah, sistematis, dan terlembagakan terhadap perempuan dan anak perempuan merupakan inti dari ideologi serta aturan Taliban, yang juga menimbulkan kekhawatiran bahwa mereka mungkin bertanggung jawab atas apartheid gender,” kata Bennett saat berbicara di Dewan HAM PBB, 19 Juni 2023 lalu.
Dia menjelaskan, PBB mendefinisikan apartheid gender sebagai diskriminasi seksual ekonomi dan sosial terhadap individu karena gender atau jenis kelamin mereka. “Kami telah menunjukkan perlunya lebih banyak eksplorasi apartheid gender, yang saat ini bukan merupakan kejahatan internasional, tetapi bisa menjadi demikian,” ungkap Bennett.