Aulanews.id – Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan peran pembiayaan syariah semakin penting untuk mendukung pertumbuhan dan stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global yang meningkat. “Dukungan pembiayaan syariah yang mencakup pembiayaan perbankan dan nonperbankan syariah perlu terus didorong dengan skala yang lebih besar utamanya kepada pelaku usaha,” kata
Juda dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (2/10/2023).
Ia menuturkan ada tiga fokus penguatan yang perlu dikembangkan guna meningkatkan pangsa keuangan syariah, yakni inovasi, digitalisasi dan sinergi.
Inovasi khususnya menyangkut inovasi kebijakan, maupun instrumen pendanaan, dan pembiayaan syariah.
Dari sisi kebijakan yang menyentuh real sector based financing, BI mendorong inovasi kebijakan Rasio Pembiayaan Inklusif Makroprudensial (RPIM) dan Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM), baik untuk perbankan konvensional maupun syariah. Untuk digitalisasi, saat ini BI bersama Kementerian Agama, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Badan Amil Zakat Nasional dan Badan Wakaf Indonesia (BWI) menginisiasi platform digital pengelolaan ZISWAF yang terintegrasi, sehingga meningkatkan kualitas layanan dan aksesibilitas untuk masyarakat, mampu meningkatkan pengumpulan ZISWAF, dan pada akhirnya mendorong kesejahteraan.
Juda menuturkan sinergi pengembangan ekonomi syariah bersama otoritas, KNEKS, dan lintas pemangku kepentingan diantaranya melalui program Komite Daerah Ekonomi dan Keuangan Syariah (KDEKS).
Berdasarkan data dari KNEKS, pangsa pasar keuangan syariah Indonesia (tidak termasuk saham syariah) mencapai 11 persen dengan total aset tercatat Rp2.451,37 triliun atau 166,18 miliar dolar AS. Angka tersebut menandai pertumbuhan 4,48 persen dibandingkan Desember 2022 yang tercatat Rp2.375 triliun. Jumlah itu mencakup perbankan syariah, pasar modal syariah, dan Lembaga keuangan nonbank syariah. (Vin)