IGAK Satrya Wibawa, atase pendidikan dan kebudayaan yang berinisiatif menggelar peluncuran ini merasa bangga dengan karya pekerja migran Indonesia di Singapura. ”Bukan Cerpen Biasa adalah antologi cerpen karya orang-orang luar biasa,”tegas Satrya. ”Mereka menyempatkan diri berkarya walau setiap harinya mereka bekerja hingga larut malam.”lanjutnya. Peluncuran buku ini tidak hanya menjadi momen penting bagi para penulis, tetapi juga bagi komunitas pekerja migran Indonesia di Singapura. Buku ini diharapkan dapat memberikan semangat dan inspirasi bagi para pekerja migran lainnya untuk terus berkarya dan menceritakan kisah mereka melalui tulisan. Ada sekitar seratus tiga puluh ribu pekerja migran Indonesia di Singapura dengan komposisi 90 % perempuan yang bekerja pada sektor domestik.
Salah satu penulis, Sari Wijayanti, mengungkapkan rasa harunya saat melihat buku tersebut untuk pertama kalinya. Baginya, menulis cerpen adalah cara untuk mengekspresikan perasaan dan pengalamannya selama bekerja di Singapura. Ia berharap cerita-ceritanya bisa menjadi inspirasi bagi pekerja migran lainnya untuk tidak menyerah dalam menghadapi tantangan. Sari saat ini sudah pindah ke Swedia karena menikah dengan warga negara Inggris saat di Singapura. Dewi Lubis, yang berinisiasi menerbitkan buku ini juga memutuskan untuk kembali ke Indonesia untuk berfokus pada usaha penerbitan buku. Dia berjanji untuk meneruskan komitmennya memberikan pelatihan bagi para pekerja Migran Indonesia. ”Selalu ada pilihan hidup lainnya, salah satunya menulis. Semoga menulis juga dapat memberikan pilihan bermanfaat bagi kawan-kawan saya, sesama pekerja migran,”ujarnya.