Panitia diperbolehkan memotong hewan yang terkena PMK (hukumnya sah) dengan ketentuan yang telah diatur dalam fatwa MUI. Yaitu, hewan dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada cela kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan dan keluar air liur berlebih dari biasanya atau hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat, sembuh dari PMK dalam rentan waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10-13 Dzulhijjah).
Dan keempat adalah prosedur pemotongan hewan kurban. Melaksanakan proses pemotongan hewan kurban sesuai dengan kaidah tata cara pemotongan hewan kurban yang diatur dalam Syariat Islam. Melakukan penanganan daging, jeroan dan limbah secara terpisah, dengan cara memisahkan area dan petugas pemotongan daging, penanganan jeroan dan limbah.
“Tidak melakukan pencucian pada daging serta melakukan afkir pada jeroan yang tidak layak (ditemukan cacing hati, warna jeroan yang lebih pucat dari biasanya, ditemukan benjolan-benjolan terutama pada bagian paru dan lainnya,” ujar dia.
Selanjutnya, tidak melakukan pencucian dan pembuangan jeroan atau limbah di saluran air terbuka seperti sungai, selokan, dan lainnya. Mendistribusikan daging dan jeroan dalam waktu kurang dari lima jam apabila didistribusikan dalam bentuk mentah.
“Melakukan pemotongan secara terpisah untuk ternak dengan gejala PMK yang masih memenuhi syarat sah sebagai hewan kurban atau dilakukan pemotongan setelah semua hewan sehat selesai dipotong. Bagian kepala, jeroan, kaki, ekor/buntut dan tulang harus dimusnahkan dengan prosedur disinfeksi atau direbus dalam air mendidih minimal 30 menit,” kata dia.