Pakar Kesehatan Mental: Pemboman Israel Picu Trauma Anak – Anak Gaza

Aulanews.id – Anak-anak di Gaza semakin menunjukkan tanda-tanda trauma setelah selama dua minggu terjadi pemboman hebat yang dilakukan Israel. Para orang tua dan psikiater di daerah yang kecil dan padat itu berkata, hal ini karena tidak adanya tempat yang aman untuk bersembunyi dari jatuhnya bom serta sedikitnya kemungkinan untuk bisa beristirahat.

 

Anak-anak merupakan separuh dari 2,3 juta penduduk Gaza yang hidup di bawah pemboman terus – menerus. Banyak di antara mereka yang mengungsi ke tempat penampungan sementara seperti di sekolah-sekolah yang dikelola PBB ketika sebelumnya mereka harus meninggalkan rumah mereka dengan sedikit makanan atau air bersih.

 

Dilansir dari reuters.com, Israel diperkirakan akan melancarkan serangan darat ke Gaza segera sebagai tanggapan atas serangan lintas batas oleh pejuang Hamas di Israel selatan pada Sabtu (7/10/2023) yang pada saat itu menewaskan lebih dari 1.400 orang dan 210 orang lainnya disandra.

 

“Anak-anak… sudah mulai mengalami gejala trauma serius seperti kejang-kejang, mengompol, ketakutan, perilaku agresif, gugup, dan tidak meninggalkan orang tua mereka,” kata psikiater Gaza Fadel Abu Heen.

 

Menurut Kementerian Kesehatan Palestina, sejauh ini lebih dari 4.100 warga Palestina telah tewas di Gaza dan lebih dari 1.500 di antaranya merupakan anak-anak, sementara 13.000 orang lainnya terluka.

 

Kondisi tempat penampungan sementara di sekolah-sekolah PBB menunjukan terdapat lebih dari 380.000 orang yang mengungsi dengan harapan bisa lolos dari pemboman. Namun hal ini justru hanya menambah masalah.

 

Terkadang ada 100 orang yang tidur di setiap ruang kelas. Keterbatasan listrik dan air bersih membuat mereka tidak bisa mengurus dan membersihkan diri mereka setiap hari. Hal ini juga membuat kamar mandi dan toilet menjadi sangat kotor.

 

“Anak-anak kami sangat menderita di malam hari. Mereka menangis sepanjang malam, mereka buang air kecil tanpa disengaja dan saya tidak punya waktu untuk membersihkannya, satu demi satu,” kata Tahreer Tabash, ibu dari enam anak yang mengungsi di tempat penampungan. sekolah.

 

Bahkan di sana, mereka tidak aman. Sekolah-sekolah tersebut telah diserang beberapa kali, kata PBB, dan Tabash telah menyaksikan serangan-serangan yang menghantam gedung-gedung di dekatnya. Ketika anak-anaknya mendengar kursi dipindahkan, mereka langsung ketakutan, katanya.

 

“Kurangnya tempat yang aman telah menciptakan rasa takut dan ngeri di antara seluruh penduduk dan anak-anaklah yang paling terkena dampaknya,” kata Abu Heen.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist