Aulanews.id – Hal yang harus diperhatikan saat melakukan dakwah adalah dengan melihat kondisi masyarakat setempat. Hal itu penting agar dakwah yang dilakukan lebh efektif dan memperhatikan kondisi yang ada.
Harapan tersebut disampaikan Menteri Agama 2014-2019, Lukman Hakim Saifuddin di hadapan pengurus Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) se-Indonesia. Kegiatan dalam rangka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) IX LD PBNU di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, Rabu (26/10/2022).
“Ini mendasar sebelum kita berdakwah dan mengajak sesama anak bangsa untuk melakukan hal-hal yang bersifat kebajikan,” ungkapnya dalam acara yang dikemas dalam seminar moderasi tersebut.
Realitas keindonesiaan yang pertama adalah soal keberagaman dan kemajemukannya. Indonesia dikenal oleh dunia sebagai bangsa yang sangat beragama di hampir semua aspek kehidupan, lebih-lebih dalam hal agama.
“Paham keagamaan beragam, agamanya saja sudah beragam. Etnis, suku, bangsa juga beragam. Aliran dalam Islam ada Ahlussunnah, Syiah, Ahmadiyah. Yang sama-sama Ahlussunnah juga macam-macam, ada salafi, wahabi, dan An-Nahdliyah. Ini hakikat yang sudah sunnatullah,” ungkapnya.
Realitas keindonesiaan berikutnya adalah religiusitas. Menurut Lukman, masyarakat Indonesia ini sangat agamis dalam kehidupan kesehariannya. Apa pun etnis, suku bangsa, dan agama yang dipeluk oleh setiap anak bangsa, nilai-nilai agama sangat menjadi vital dan tidak bisa dipisahkan dari urusan apa pun.
Karenanya, hemat Lukman, perlu kembali didudukkan mengenai istilah-istilah yang selama ini jamak diketahui seperti politisasi agama atau jangan bawa-bawa agama ke ranah politik. Ia berpandangan, istilah-istilah tersebut menjadi problematik apabila tidak diklarifikasi atau dipahami secara baik.
“Bagaimana mungkin negara yang sangat agamis kok tidak boleh bawa-bawa agama? Kita ini sangat agamis,” tutur putra dari Menteri Agama RI Ke-10 periode 1962-1967 KH Saifuddin Zuhri itu.
Karena itu, menurut Lukman, para dai mesti memahami relasi hubungan antara agama dan negara sebagai sebuah realitas yang terjadi di negeri ini.
“Kita memegangi nilai-nilai agama dan sekaligus menjadi orang yang hidup di Indonesia. Kita harus memahami dengan baik bagaimana relasi ini,” pungkasnya. (Ful)