Aulanews.id. SURABAYA – Hasil Ijtima Ulama Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur terkait fatwa haram transaksi digital paylater pekan lalu memantik perhatian khalayak. MUI Jatim pun menanggapi kehebohan itu dan dengan rinci menjelaskan di mana titik keharaman paylater.
Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim KH Sholihin menjelaskan, pada prinsipnya pihaknya tidak mempermasalahkan paylater sebagai metode transaksi. Yang dipersoalkan ialah pada akadnya. Senyampang akad yang dipakai tidak bertentangan dengan tujuan dasar akad pinjam-meminjam, itu tidak masalah.
“Artinya kita tidak alergi terkait perkembangan teknologi namun kita menekankan paylater sebagai metode sah tapi akad yang digunakan harus sesuai dengan syariah,” kata Kiai Sholihin dalam konferensi pers di kantor MUI Jatim di Surabaya, Jawa Timur, pada Jumat (05/08/2022).
Kata Kiai Sholihin, sistem paylater dengan menggunakan akad qard atau utang piutang yang di dalamnya ada ketentuan bunga hukumnya haram dan akadnya tidak sah, karena termasuk riba. “Jika akadnya adalah utang piutang yang ada bunga, maka haram dan tidak sah,” ujarnya.
Sebaliknya, sistem paylater dengan menggunakan akad qard atau utang piutang yang di dalamnya tidak ada ketentuan bunga, tapi hanya administrasi yang rasional, maka hukumnya boleh. “Maksud administrasi yang rasional adalah dalam qard maudhu’-nya adalah menolong sehingga jika ada biaya administrasi tidak masalah,” ucap Kiai Sholihin.
Adapun sistem paylater dengan menggunakan akad jual beli langsung kepada penyedia paylater yang dibayarkan secara kredit hukumnya boleh, walaupun dengan harga yang relatif lebih mahal dibanding dengan harga tunai. “Sehingga jika akadnya sesuai dengan prinsip syariah boleh, namun jika tidak sesuai maka haram,” terangnya.
Dengan hasil itu, fatwa MUI Jatim memberikan rekomendasi kepada pemerintah untuk mendorong pelaku usaha digital dengan sistem paylater agar menerapkan prinsip syariah dan berkoordinasi dengan Dewan Syariah Nasional MUI.
“Kami juga meminta kepada pelaku usaha untuk menerapkan prinsip syariah dalam implementasi sistem paylater. Dan kami meminta masyarakat untuk bijaksana dan hati-hati dalam menggunakan sistem paylater agar tidak terjebak pada pola hidup boros, tidak terjebak pada praktik riba dan tidak menyalahi prinsip-prinsip syariah,” pungkas Kiai Sholihin. (NF)