Dengan teknologi yang ada saat ini, bukan hanya kita bisa melakukan kebaikan, tetapi kita juga bisa menginspirasi orang lain untuk ikut serta dalam kegiatan filantropi. Teknologi menjadi jembatan yang memudahkan penyebaran kebaikan dan amal sosial.
Konsumsi yang Berkeadilan: Perspektif Hukum Ekonomi Syariah
Dari sudut pandang hukum ekonomi syariah, konsumsi yang bertanggung jawab tidak hanya berbicara soal bagaimana kita memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi juga bagaimana tindakan tersebut berdampak pada orang lain. Dalam konsep maqashid syariah (tujuan syariah), setiap tindakan, termasuk konsumsi, harus memberikan manfaat bagi kesejahteraan individu dan masyarakat.
Ulama syariah mengajarkan bahwa konsumsi harus adil, tidak mengandung unsur riba (bunga yang berlebihan), gharar (ketidakpastian), atau zalim (ketidakadilan). Sejalan dengan prinsip ini, tren konsumsi milenial yang mendukung keberlanjutan dan dampak sosial menjadi contoh konkret penerapan nilai-nilai syariah dalam kehidupan sehari-hari.
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
” Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan .” (QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini memberikan landasan bagi pentingnya kerjasama dalam kebaikan. Konsumsi yang mendukung keadilan sosial dan filantropi merupakan salah satu cara untuk menolong orang lain dan memperkuat kebajikan dalam masyarakat.
Wakaf Produktif dan Inovasi Filantropi Syariah
Selain donasi dan konsumsi yang berkelanjutan, ada bentuk filantropi lain yang berkembang seiring dengan kemajuan teknologi, yaitu wakaf produktif. Wakaf, dalam pandangan syariah, adalah salah satu bentuk amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Di era modern ini, wakaf bisa dikelola secara produktif melalui teknologi finansial ( fintech ) syariah, di mana aset yang diwakafkan diinvestasikan dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan masyarakat.