“Selain melawan politik uang, juga perlu melakukan pencegahan praktik politik sedini mungkin. Yaitu dengan melakukan sosialisasi, pengawasan partisipatif, patroli pengawasan, penegakan hukum dan tindakan pencegahan lainnya,” ujar Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jatim ini. Nahdlatul Ulama sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia, lanjutnya, telah dengan tegas menyebut politik uang (money politik) sebagai tindakan suap (risywah) yang dilaknat oleh Allah Swt. Baik yang memberi (raisy) ataupun yang menerima (murtasyi), maupun yang menjadi perantara (raaisy).
NU ini sangat keren, karena sejak awal telah berani mengambil sikap secara tegas terhadap praktik politik uang,” katanya. Sikap NU dapat dilihat dalam keputusan sidang komisi masail waqi’iyyah siyasiyah, pada Musyawarah Nasional Alim Ulama tanggal 17 Rabiul Akhir 1423 H atau 28 Juli 2002 lalu. Menurut Wakil Ketua Pengurus Wilayah (PW) Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Jatim ini, hanya saja sikap NU tersebut masih sebatas fatwa tentang politik uang yang bersifat umum dan belum implementatif.
Haris berharap NU semestinya memberi masukan konstruktif terhadap UU Pemilu tahun 2017 yang masih ada kekurangan di beberapa sisi dengan pertimbangan maqashidus syariah. “Politik uang telah mencemari demokrasi kita. Para pemimpin hasil politik uang tak menghasilkan apa-apa, selain menjadi koruptor di negeri ini. Hanya komitmen kita bersama yang akan melawannya,” pungkasnya.(Vin)