Manuel Quirós bekerja sebagai spesialis di Novo Nordisk dan, seperti Martinez, telah meneliti jenis ragi D. hansenii. Selama pertemuan sambil minum kopi, kedua ahli biologi tersebut membahas keterbatasan hasil penelitian DTU dengan aliran limbah yang kaya laktosa. Quirós mengatakan bahwa Novo Nordisk menghasilkan residu asin yang mengandung banyak nitrogen sehubungan dengan pembuatan hemofilia, dan menganggapnya mungkin bermanfaat. Dan hal itu dengan cepat berkembang dari pembicaraan sambil minum kopi menjadi pengaturan eksperimental.
“Kami hanya mencampur dua aliran limbah garam—yang satu mengandung laktosa tinggi dan yang satu mengandung nitrogen tinggi. Kami menggunakannya sebagaimana adanya. Kami tidak perlu menambahkan air tawar, kami juga tidak perlu mensterilkan tangki fermentasi, karena garam mencegah pertumbuhan mikroorganisme lain. Itu adalah proses plug and play,” sdilansir dari phys.org pada Jumat (16/8/2024).
D. hansenii tumbuh subur dalam campuran garam ini. Namun, jika tujuannya bukan hanya untuk kepentingan penelitian, maka ragi tersebut juga harus menghasilkan produk yang menarik secara komersial, dan dengan bantuan teknologi gen CRISPR, tim peneliti Martinez memodifikasi D. hansenii untuk membentuk protein saat ia tumbuh.
Cara berpikir baru
Teknologi CRISPR memungkinkan para peneliti untuk memodifikasi sel ragi sehingga dapat menghasilkan banyak protein dan zat lain yang berbeda. Awalnya, mereka menetapkan protein berpendar yang akan digunakan sebagai zat model. Dengan cara ini, mereka dapat dengan mudah mendapatkan target produksi dengan mengukur seberapa kuat pendar cairan tersebut saat sel ragi bekerja.
Para peneliti menguji beberapa campuran aliran limbah dari Arla Foods dan Novo Nordisk, dan campuran optimal memiliki salinitas sekitar dua kali lipat air laut dan kandungan gula sekitar 12 gram per liter.
Penggunaan ragi jenis D. hansenii bukanlah hal baru. Ragi ini telah menjadi subjek penelitian intensif selama beberapa dekade. Namun, penelitian sebelumnya difokuskan pada pencarian gen dalam sel ragi yang membuatnya toleran terhadap garam, lalu mencoba mentransfer gen ini ke tanaman sehingga tanaman dapat lebih toleran terhadap salinitas tinggi. Namun, ternyata hal ini sangat rumit, karena toleransi garam tampaknya terkait dengan beberapa gen yang bekerja sama.
Yang dilakukan Martinez dan rekan-rekan penelitinya adalah menggunakan sel-sel ragi itu sendiri dan sifat-sifatnya yang toleran terhadap garam, lalu memodifikasinya untuk menghasilkan sesuatu sendiri, yang kemudian dapat kita manfaatkan. Meski kedengarannya sederhana, Martinez dan rekan-rekan penelitinya membutuhkan dua tahun penelitian intensif untuk mencapai terobosan.