Mengenang Sang “The Grand Oldman” Haji Agus Salim

Aulanews.id – Haji Agus Salim adalah tokoh yang menggunakan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya dalam Volksraad (Dewan Rakyat). Ia dikenal dengan Pahlawan Nasional Indonesia yang namanya diakui sebagai seorang diplomat ulung.

Penggalan puisi yang diatas diciptakan oleh Haji Agus Salim dengan judul “Tanah Air Kita” pada suatu sore hari pada tahun 1925 setelah seharian disibukkan oleh ceramah dan rapat. Hari ini 65 tahun lalu, The Grand Oldman Haji Agus Salim meninggal dunia pada tanggal 4 November 1954.

Masa Kecil

Dilahirkan pada tanggal 8 Oktober 1884 di Kampung Kota Gedang, Bukittinggi, Agus Salim berasal dari keluarga yang tidak berada.

Nama itu merupakan nama seorang tokoh dari sebuah buku yang dibaca ayahnya, Sutan Mohammad Salim. Dan ketika kecil, Masyudul diasuh oleh seorang pembantu asal Jawa yang memanggil anak majikannya dengan “den bagus” yang kemudian disingkat menjadi “gus”.

Asvi Warman Adam dalam artikelnya “Agus Salim, Manusia Merdeka” yang dibuat dalam Harian Kompas, pada 21 Agustus 2004 menyebutkan, Agus Salim lahir dengan nama Masyudul Haq.

Dari panggilan itu memulai, teman sekolahnya dan guru-gurunya pun memanggilnya “Agus”.

Ketika Agus berusia 6 tahun, ayahnya menjadi jaksa tinggi di pengadilan untuk daerah Riau dan sekitarnya. Kecerdasan Agus pun mengantarkannya sebagai lulusan Europese Lagere School (ELS) dan Hogere Burger School (HBS) di Jakarta.

Di HBS, Agus Salim berhasil lulus dengan menyandang prestasi sebagai juara pertama.

Surat Kartini

Setelah lulus dari HBS, Agus Salim sangat memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikannya di bidang kedokteran di Belanda.

Akan tetapi, gaji orang tuanya yang hanya F-150 sebulan mengurungkan niatnya untuk pergi ke Belanda.

Mengetahui hal itu, R.A. Kartini menuliskan surat kepada Nyonya J.H. Abendanon.

“Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda ini. Kami ingin dia dikaruniai bahagia. Anak muda itu namanya Salim, ia orang Sumatera asal Riau yang dalam tahun ini mengikuti ujian penghabisan sekolah menengah HBS dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari ketiga-tiga HBS.

Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan. Gaji ayahnya cuma F 150 sebulan. Tanyakan pada Hasim tentang anak muda itu. Nampaknya dia seorang pemuda yang hebat yang pantas diberi bantuan,” demikian penggalan isi surat Kartini.

Kartini sangat berharap agar beasiswa atas namanya yang tidak bisa digunakannya, diberikan kepada Agus Salim.

Siaran Langsung

Kiai Bertutur

Sosial

Add New Playlist