Sementara itu, Executive Vice President Transisi Energi dan Keberlanjutan PLN, Kamia Handayani mengatakan, dalam mendorong program transisi energi, perseroan sudah melakukan beberapa inisiatif. Misalnya adalah dengan tidak lagi membuat kontrak pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara baru.
Sebagai gantinya, PLN mulai membangun pembangkit listrik berbasis Energi Baru Terbarukan (EBT). Selain itu, untuk jangka panjang, PLN perlu melakukan interkoneksi jaringan listrik khususnya antara pulau Jawa sebagai pusat demand listrik dengan pulau-pulau lain.
“Untuk mewujudkan NZE, strategi besarnya adalah shifting away, dari pembangkit berbahan fosil menjadi pembangkit EBT. Untuk jangka panjang, jika pembangkit EBT digunakan dalam skala besar, maka dibutuhkan teknologi pendukungnya seperti baterry energy storage system (BESS) dan interkoneksi antar pulau,” jelas Kamia.
Selain itu kata Kamia, PLN juga mendorong penggunaan kendaraan listrik lewat penyediaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) dan stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU).
Selain itu, PLN juga melalui aplikasi PLN Mobile telah mengembangkan fitur Electric Vehicle Digital Services (EVDS). Aplikasi ini diluncurkan agar memberi kemudahan layanan bagi pemilik Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Melalui fitur ini pelanggan PLN dapat mengetahui lokasi stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) terdekat. Selain itu, EVDS bisa mengontrol dan memonitor proses pengisian baterai mobil di SPKLU.
“Sudah dilakukan berbagai kolaborasi, ada lebih dari 240 charging station yang saat ini sudah masuk ke dalam EVDS. Ini suatu aplikasi yang PLN bangun agar masyarakat bisa mengetahui titik-titik SPKLU dan ketika melakukan transaksi pembelian listrik juga bisa dilakukan melalui aplikasi tersebut,” kata Kamia.