Aulanews.id, Jakarta – Presiden ke-5 RI Megawati Soekarno Putri bahas soal masalah surat perintah sebelas Maret (Supersemar).
Supersemar disebut sebagai surat perintah yang berisi instruksi Presiden pertama RI Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil segala tindakan dalam mengatasi keamanan dan stabilitas keamanan pada 1966.
Dalam acara peresmian Patung Bung Karno di Omah Petroek, Sleman, DIY, Rabu (23/8), Megawati mengenang masa-masa akhir kepemimpinan ayahnya itu.
“Mengapa, ketika zaman Pak Harto, saya dengan segala hormat saya, atau zaman Orde Baru, mengapa kita melihat itu bahwa penyimpangan sejarah sebenarnya,” kata Megawati, Rabu.
Ia bercerita sempat diundang dalam acara di Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas). Saat itu, ia mengajak semua pihak untuk berpikir secara objektif terkait rangkaian peristiwa Supersemar.
“Gampangnya, saya di Lemhannas mengatakan begini, kalian mbok mikir, peristiwa itu jangan lihat saya anaknya (Sukarno), tapi berpikir lah logic dan objektif,” katanya
Megawati mengatakan beberapa tahun sebelum lengser, ayahnya telah diangkat sebagai presiden seumur hidup oleh MPRS. Namun, Bung Karno kemudian dituduh bekerja sama dengan PKI yang dinyatakan terlarang dan dibubarkan tahun 1966.
“Ketika Pak Harto menggantikan, keluarlah sebuah TAP MPR, yang katanya sumbernya dari Supersemar yang mengatakan bahwa Bung Karno diturunkan karena melakukan, ada indikasi itu istilahnya bekerja sama sama sebuah partai, PKI yang terlarang,” ucapnya.
Megawati merasa janggal Bung Karno dituding memiliki hubungan dengan kelompok yang dicap terlarang, sementara telah dinobatkan sebagai presiden seumur hidup.
“Coba pikir tenang-tenang, mikir. Saya itu sampai mikir gini, sampai saya bilang, kok bapak saya enggak iso mikir ya. Kalau benar, loh ngapain dianya musti, Bung Karno bekerja sama sama sesuatu yang katanya terlarang, karena itu ada perintah dari Supersemar. Padahal beliau ini sudah seumur hidup loh. Artinya, Lah ngapain loh, dia sudah enak-enak presiden seumur hidup loh,” kata Megawati.
Meski Supersemar memiliki beberapa versi, terdapat beberapa pokok pikiran yang diakui Orde Baru dan kemudian dijadikan acuan.
Supersemar berisi perintah, salah satunya mengambil segala tindakan yang dianggap perlu untuk terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan dan jalannya revolusi.
Surat itu juga memerintahkan kepada Soeharto–saat itu Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Pangkopkamtib)– untuk menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Sukarno sebagai kepala negara dan presiden.(Mg01)