Reza Indragiri Amriel Alumnus psikologi forensik, The University of Melbourne
Aulanews.id – POLRI berencana menerapkan tiga pasal KUHP sekaligus untuk mengadili kasus kebakaran dan kematian di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tingkat 1 Banten Tangerang.
Kecelakaan ini bukanlah kebakaran “biasa”. Kebakaran tersebut menewaskan puluhan orang yang memiliki riwayat kriminal (termasuk kejahatan kelompok), sehingga polisi sebenarnya punya alasan untuk mencari tahu, yaitu berapa banyak orang yang ingin membunuh narapidana untuk mencegah pengungkapan yang mungkin juga terlibat. kepada narapidana di lapas.
Andaikan niat (mens rea) membunuh para napi itu memang ada, pasal pembunuhan, bahkan pembunuhan berencana, menjadi relevan untuk digunakan. Namun, jika niat jahat membunuh itu tidak ada, kejadian di LP Kelas 1 Tangerang memang sebatas bisa diproses hukum dengan menerapkan Pasal 188 dan 359 KUHP. Inti kedua pasal tersebut dapat disetarakan dengan pembantaian (manslaughter).
Begitu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kata ‘pembantaian’ memang mengerikan. Namun, istilah manslaughter sebenarnya justru menunjuk ke perbuatan atau peristiwa yang lebih lunak ketimbang pembunuhan (murder). Padanannya ialah kelalaian dan sejenisnya.
Ketika kasus LP Kelas 1 Tangerang dibingkai sebagai manslaughter, lantas apa tipenya? Pertama, bayangkan seseorang melakukan perbuatan yang pada dasarnya berisiko terhadap orang lain, tetapi dia tidak punya niat untuk menyakiti orang tersebut. Namun, terjadi kelalaian yang berakibat orang lain itu tewas. Ini disebut unlawful and dangerous act manslaughter. Contohnya ialah orang yang bermain tembak-tembakan dengan memakai pistol sungguhan dan menyangka pistol itu tak berpeluru. Begitu pelatuk ditarik, ternyata keluar peluru dan mengenai jantung orang lain.