PERINGATAN TAHUN BARU HIJRIYAH DI MASYARAKAT
Dinamilka Peringatan Tahun Baru Hijriyah di Masyarakat banyak ragam dan model, hal ini menunjukkan bahwa budaya dan adat Indonesia sangat beragam dan kaya akan kreasi, hal ini perlu dilestarikan bukan dimatikan dengan, dengan berbagai wawasan keagamaan yang kurang kaafah (menyeluruh).
Gambaran pemahaman keagamaan yang secara kaafah, sudah banyak dilakukan para wilisongo dalam mengemas model dakwahnya, sebagai mana beliau merubah budaya sesajen, tumpengan, dan menngujubkan, menjadi budaya Selametan, tumpengnya masih, namun yang mengujubkan sudah tidak ada, diganti dengan do’a-do’a, sehingga budaya slametan, tasyakuran, membuat tumpeng, masak engkung membuat kupat, membuat apem, dan berbagai makanan jawa, itu bagian pelestarian budaya jawa yang sudah dikemas, dari yang sebelumnya bernuansa Mitos, Kufur, dan Tabdzir, menjadi kebiasaan dan adat yang Islami.
Ragam dan budaya kegiatan tahun baru Hijriyah, dan Suroan perlu dikemas menjadi kegiatan Islami, yang mengarah kepada kemulyaan yang diberikan Oleh Allah kepada Hamba hamba pilihan, dan para nabi-nabi sebelumnya, peristisa 10 syura atau Muharram yang dialamai para nabi nabi sebelumnya bisa menjadi I’tibar (tauladan), atau Tafa’ulan (pingin seperti yang terjadi) contoh yang terjadi sebagai mana :
Berpuasa, Untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa yang terdahulu, dan mendapatkan kemulyaan atas Sykur, dan mensyukuru kenikmatan, sebagai mana kata Nabi Muhammad saw, “saya lebih berhak bersyukur atas kemenangan nabi Musa melawan Fir’aun, maka silahkan kalian berbuapa, saya juga akan berpuasa” (hadits Sohih Bukhori 3397), Berpuasa Juga merupakan kebiasaan Nabi Muhammad dalam beberapa peringatan, seperti peringatan kelahiran, Nabi Muhammad melaksanakan puasa setiap hari senin, dan ketika beliau ditanya, beliau menjawab “Hari senin adalah hari Kelahiranku”, maka ketika masyarakat mengadakan peringatan apa saja, kemudian dengan cara berpuasa, maka sebetulnya itu sudah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Sedekah dan Mengadakan Santunan, ini merupakan budaya orang orang solih terdahulu, disamping juga anjuran Rasulullah saw. Yang mengatakan “Ana Wakafilul Yamini Hakadza” (saya dan penjamin anak yatim seperti ini disurga) sambil mengisyaratkan jari telunjuk dan Jari tengah berdampingan, Hanya saja kegiatan orang-orang solih terdahulu, jika melakukan kebaikan, sodaqoh, dan santunan tidak di pamerkan, tidak di aspos, dan tidak diviralkan, hawatir pahalanya berkurang, sedangan sekarang berbeda, jika tidak dipamerkan khawatir, di su’udzoni, tidak disampaikan, tidak dilaksanakan, juga ada yang beralasan, sebab ini uang orang banyak harus dilaporkan kepada mereka yang menyumbang, maupun pemerintah dst.