Alasan kedua, Abdul Latif tetap memutus PK Timan, padahal Timan kabur dan tidak pernah menjalankan putusan kasasi.
“Orangnya (Timan) masih buron kok dikabulkan,” tegas Boyamin.
Setelah gaduh vonis Timan, MA membuat Peraturan MA yang mewajibkan pemohon PK pidana wajib hadir di persidangan. Menurut MAKI, Abdul Latif yang saat itu adalah hakim ad hoc tingkat kasasi, seharusnya mengajukan dissenting opinion.
“Yang nomor 6 ini menjadi catatan buruk karena yang formil saja tidak terpenuhi, dia harusnya dissenting opinion, karena dia hakim ad hoc. Apalagi posisinya pengajar/dosen, dibutuhkan sesitifitas isu-isu korupsi. Ini catatan buruk. Saya minta untuk dicoret,” tegas Boyamin.
Sekedar diketahui, Abdul Latif juga pernah mendaftar hakim agung tapi juga gagal.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman meminta agar masyarakat juga ikut aktif memberikan masukan ke DPR dalam proses seleksi ini.
“Proses akan berlangsung terbuka dan transparan. Kami persilakan masyarakat untuk menyaksikan acara tersebut secara langsung dan sekaligus bisa juga menyampaikan masukan secara tertulis,” kata Wakil Ketua Komisi III DPR Habiburokhman.(Mg01)