Aulanews.id – Mahasiswa dari Universitas Airlangga (Unair) menemukan solusi dari gas emisi ini.
Rais Al-Athar Antoni, mahasiswa Teknik Industri Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin (FTMM) meneliti manfaat filter asap dalam mengurangi emisi karbon. Ia menemukan jika salah satu penyebab yang signifikan peningkatan emisi karbon adalah sampah.
“Masyarakat Indonesia, khususnya perdesaan, masih cenderung melakukan perilaku membakar sampah pada tingkat rumah tangga,” katanya dalam laman Unair, Senin (18/12/2023).
Pembakaran sampah dapat menghasilkan gas metana dan gas karbondioksida. Sampah yang dibakar memiliki komposisi sampah organik dan anorganik yang berbeda-beda. Dengan komposisi sampah organik yang lebih besar, gas metana yang dihasilkan akan lebih banyak.
Secara umum, terdapat dua jenis pembakaran. Pertama, pembakaran sempurna senyawa karbon adalah reaksi pembakaran yang menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida dan uap air. Reaksi tersebut berlangsung sempurna jika semua atom karbon teroksidasi sempurna menjadi karbon dioksida dan semua atom hidrogen teroksidasi sempurna menjadi uap air.
Kedua, pembakaran tidak sempurna senyawa karbon adalah reaksi pembakaran yang menghasilkan produk akhir selain karbon dioksida dan uap air. Reaksi itu berlangsung tidak sempurna jika semua atom karbon tidak teroksidasi sempurna menjadi karbondioksida atau semua atom hidrogen tidak teroksidasi sempurna menjadi uap air.
“Pembakaran ini menghasilkan polutan seperti gas CO2 (penyebab pemanasan global), gas CO (bersifat racun didalam darah), gas SOx (penyebab hujan asam), gas Nox (penyebab terbentuknya kabut asap (smog)), dan partikulat (C dan Pb) Pembakaran sampah merupakan jenis pembakaran yang tidak sempurna,” tuturnya.
Rais menawarkan solusi berupa pemanfaatan filter asap. Filter asap ini salah satunya berupa insinerator yang merupakan alat pembakar limbah padat.
Pembakaran dengan suhu tinggi menghasilkan energi panas yang dapat dimanfaatkan menjadi listrik. Pemanfaatan insinerator untuk pengelolaan sampah rumah tangga merupakan metode yang terus berkembang dengan kelebihan dan tantangan yang signifikan.
“Selain itu, insinerator dapat mengubah sampah menjadi energi. Sehingga berkontribusi terhadap emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan tempat pembuangan sampah,” ujarnya.
Kendati demikian, Rias menemukan jika penerapan insinerasi memakan biaya investasi dan operasi tinggi. Selain itu, ancaman emisi polutan beracun masih ada walaupun terdapat teknologi scrubbing.