Aulanews.id, Tokyo – PT PLN (Persero) mematangkan skema Just Energy Transition Partnership (JETP) berkolaborasi dengan Jepang untuk bisa mempercepat eksekusi proyek transisi energi, salah satunya dengan menambah pembangkit energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia dan memensiunkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo dalam kunjungannya ke Jepang menjelaskan PLN melakukan banyak agenda untuk bisa mengurangi emisi karbon, salah satunya lewat memensiunkan PLTU. Sejalan dengan itu, PLN sudah menunda 14,2 GW PLTU baru yang semestinya masuk ke sistem dan menggantikannya dengan pembangkit berbasis EBT.
“Strategi dan langkah kami dalam mengurangi emisi karbon sudah terbukti nyata. Melalui berbagai upaya yang sudah dan akan kami lakukan, kami menargetkan penurunan emisi hingga 9,8 juta ton CO2 pada tahun 2030 mendatang,” ujar Darmawan.
Darmawan juga menjelaskan upaya penurunan emisi yang dilakukan PLN hari ini adalah melalui teknologi co-firing di 52 PLTU milik PLN. Hingga 2025 mendatang PLN membutuhkan hingga 10,2 juta ton biomassa untuk bisa memenuhi kebutuhan co-firing.
PLN juga akan mengembangkan pembangkit EBT dan akan mendominasi bauran energi hingga 52 persen. PLN akan membangun 10,4 GW Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), 3,4 GW Pembangkit Listrik Panas Bumi dan 4,7 GW solar PV.
“Ini membutuhkan investasi yang tidak sedikit dan membutuhkan kolaborasi bersama dengan global. Sebab, upaya pengurangan emisi yang kami lakukan ini berdampak langsung pada pengurangan emisi di Jepang, Eropa bahkan Amerika,” tegas Darmawan.
Direktur Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Gigih Udi Atmo yang juga menjadi perwakilan dari JETP Secretary menegaskan bahwa PLN membutuhkan dukungan pendanaan dan kerja sama program untuk bisa memaksimalkan pengurangan emisi karbon.