Aulanews.id – Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK mengendus dugaan permainan saham oleh mantan Direktur Utama PT Amarta Karya, Catur Prabowo. Permainan saham itu diduga punya kaitan dengan kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat Prabowo.
Dugaan main saham itu didalami KPK saat memeriksa Direktur Kepatuhan PT Indo Premier Sekuritas, Iswahyudi Al Haq sebagai saksi terkait kasus TPPU Catur Prabowo, Selasa (22/8/2023). KPK menduga yang bersangkutan tahu soal permainan saham Catur Prabowo.
“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan dugaan adanya penempatan aset milik tersangka CP dalam bentuk permainan saham pada perusahaan sekuritas,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Rabu (23/8/2023).
Sebelumnya, KPK juga mengendus dugaan Catur Prabowo membeli emas memakai uang hasil rasuah. Dugaan ini didalami KPK saat memeriksa wiraswasta, Liauw George Hermanto sebagai saksi, Senin (21/8/2023).
“Saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dugaan pembelian emas oleh tersangka CP yang dananya bersumber dari uang subkon fiktif di PT AMKA Persero,” kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (22/8/2023).
KPK menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka dugaan TPPU. Dia sebelumnya dijerat KPK atas kasus dugaan korupsi proyek fiktif.
Catur diduga menempatkan, membelanjakan, mengubah bentuk untuk menyamarkan sumber penerimaan korupsi. KPK kini tengah fokus mengumpulkan berbagai alat bukti.
Diketahui, pada 2017 Catur memerintahkan Trisna Sutisna selaku Direktur Keuangan PT Amarta Karya yang juga jadi tersangka, untuk mempersiapkan sejumlah uang. Uang itu digunakan untuk keperluan pribadi Catur, dan berasal dari pembayaran proyek-proyek yang digarap PT Amarta Karya.
“Tersangka TS bersama dengan beberapa staf di PT AK Persero kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT AK Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif),” tutur Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata.
“Akibat perbuatan kedua tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp 46 miliar,” imbuhnya.