Rencana percontohan memanggil tim yang terdiri dari sekitar sepuluh staf di satu pusat kesehatan masyarakat, untuk menggunakan sistem pengenalan bertenaga AI.
Pejabat Bucheon mengklaim tidak ada masalah pelanggaran privasi dari teknologi itu karena sistem menempatkan mosaik di wajah siapa pun yang bukan subjek.
“Tidak ada masalah privasi di sini karena sistem melacak pasien yang dikonfirmasi berdasarkan Undang-Undang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular,” kata pejabat itu kepada Reuters.
“Pelacak kontak tetap berpegang pada aturan itu sehingga tidak ada risiko tumpahan data atau pelanggaran privasi,” sambungnya.
Aturan mengatakan pasien harus memberikan persetujuan untuk pelacakan pengenalan wajah yang akan digunakan, tetapi jika mereka tidak setuju, sistem masih dapat melacak mereka menggunakan siluet dan pakaian mereka.
Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA) mengatakan penggunaan teknologi itu disebut sah selama digunakan dalam bidang hukum pengendalian dan pencegahan penyakit.
Rencana penyapuan pengenalan wajah bertenaga AI datang ketika negara itu bereksperimen dengan teknologi terbaru, mulai dari mendeteksi pelecehan anak, hingga memberikan perlindungan polisi.
Bucheon menerima 1,6 miliar won atau Rp19 miliar (kurs Rp12.1848) dari Kementerian Sains dan ICT dan menyuntikkan 500 juta won dari anggaran kota ke dalam proyek untuk membangun sistem deteksi wajah.
dilansir dari cnnindonesia.com