“Kewaspadaan dan kesiapsiagaan dini menghadapi kemungkinan rekayasa dan skenario global, berkembangnya radikalisme dan intoleransi, serta berbagai penyesatan informasi dan adu domba antar pihak, harus dilakukan, agar Indonesia tetap bersatu, berdaulat, dan utuh selamanya. Penyelenggaraan pemilu harus dikawal secara damai, demokratis, transparan, jujur, adil, dan tanpa kekerasan,” paparnya.
Terkait kualifikasi kepemimpinan dan calon pemimpin nasional, Kiai Said juga mengingatkan kita harus cerdas agar mampu melahirkan pemimpin bangsa yang memiliki kualifikasi unggul sesuai dengan Syuruthul Imam (syarat-syarat pemimpin) menurut fiqih: yakni harus Aliman (berilmu dan berpengetahuan luas serta mendalam), Adilan (bersikap adil), Zahidan (sederhana tidak rakus serta memihak kepentingan masyarakat luas), Sujaan (pemberani menghadapi risiko dan berstrategi dalam berdiplomasi), dan Salima Jism (sehat lahir batin), serta memiliki sifat Roufur Rohim (peduli dan belas kasih pada masyarakat).
“Waspadai krisis komitmen kebangsaan dan virus budaya yang berpotensi menghancurkan kedaulatan dan masa depan bangsa. Kini saatnya warga bangsa segera melakukan konsolidasi nasional dan membangun kembali konsensus bersama untuk merajut kesatuan dan persatuan bangsa, mengkonstruksi strategi kebudayaan secara komprehenshif.”
“Sehingga bangsa Indonesia tidak kehilangan nilai dan jati dirinya. Identitas nasional harus diperkuat sembari terus mengembangkan kearifan lokal, yang mampu menopang keragaman. Virus-virus budaya dan dekadensi moral harus segera diberantas,” sambungnya.
Dalam keterangan terpisah, Ketua Panitia yang sekaligus Ketua Islam Nusantara Foundation Helmy Faisal Zaini menyampaikan bahwa pidato kebudayaan ini penting diselenggarakan dan setiap tahun akan digelar. Hal ini didedikasikan sebagai bagian dari upaya untuk mencintai Indonesia dengan cara membentangkan fakta sejarah, realitas kekinian, dan membangun visi masa depan Indonesia.