Hal itu dirasa memungkinkan untuk memotong lamanya antrean keberangkatan jamaah haji. “Wacana ini perlu dibahas karena jamaah haji yang semakin menua berimplikasi terhadap kesehatan,” ungkap Muhadjir dalam siaran persnya, Jumat (25/8/2023), di acara Seminar Nasional Kesehatan Haji.
Muhadjir menilai kewajiban haji bagi yang mampu hanya satu kali. Sementara itu, kesempatan selanjutnya harus diberikan kepada masyarakat yang belum menunaikan ibadah haji. Dia berharap, melalui seminar didapatkan kesimpulan yang dapat direkomendasikan dan diimplementasikan untuk memperbaiki pelayanan haji, khususnya di sektor kesehatan. Mengingat ke depan persoalan kesehatan akan semakin kompleks karena semakin banyak jamaah lansia.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas meminta agar penetapan istithaah calon jamaah haji dilakukan sebelum pelunasan biaya haji. Hal tersebut direspons oleh tim kesehatan dengan melakukan penyesuaian skema penetapan istithaah. Usulan skema itu disampaikan Kepala Bidang Kesehatan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/2023 M, Imran, di Bekasi.
Usulan tersebut disampaikan dalam Evaluasi Layanan Haji Luar Negeri. “Kebijakan istithaah kita respons dengan melakukan penyesuaian skema penetapan,” kata Imran.
Menurut Imran, ada dua jenis skema penetapan istithaah. Pertama, skema penetapan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 Tahun 2016 tentang Istithaah Kesehatan Jamaah Haji. Skema itu diawali dari terbitnya keputusan dirjen penyelenggaraan haji dan umrah tentang jamaah yang berhak melakukan pelunasan.
Mereka diminta melakukan pemeriksaan kesehatan. Jika memenuhi syarat, mereka ditetapkan istithaah, lalu melakukan pelunasan. Jika tidak memenuhi syarat, mereka ditetapkan tidak istithaah dan tidak melakukan pelunasan. Imran menyampaikan, skema itu diberlakukan pada operasional haji 2023.