Aulanews.id – Australia, Inggris, dan Amerika Serikat , sepakat untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir untuk menangkal pertumbuhan kekuatan dan kehadiran China di kawasan Laut China Selatan. Pakta Pertahanan tiga negara yang disebut Aukus telah menimbulkan kekhawatiran negara-negara di kawasan Indo-Pasifik, termasuk Indonesia, karena akan memicu bahaya perang persenjataan nuklir di kawasan.
Kerja sama ini akan memungkinkan Australia untuk membangun kapal selam bertenaga nuklir untuk pertama kalinya. Kesepakatan ini juga mencakup teknologi kecerdasan buatan, teknologi kuantum, dan siber.
Senjata perang ini melaju jauh lebih senyap ketimbang kapal selam konvensional serta lebih sulit dideteksi.
Keunggulan terbesar dari kapal selam bertenaga nuklir, dibanding kapal selam bertenaga diesel adalah mereka dapat menjelajah lebih dalam dan tetap tersembunyi lebih lama. Kapal selam bertenaga konvensional tidak memiliki jangkauan yang sama tanpa membuat mereka terdeteksi saat datang ke permukaan.
Kapal selam bertenaga nuklir dapat membawa bahan bakar yang cukup untuk beroperasi hingga 30 tahun, dan hanya perlu kembali ke pelabuhan untuk pemeliharaan dan persediaan. Kapal selam bertenaga nuklir adalah mesin paling kompleks yang dibuat manusia, bahkan lebih dari pesawat ulang-alik, menurut seorang pakar pertahanan, seperti dilansir dari Financial Times, Selasa 28 September 2021.
Australia juga akan meningkatkan kemampuan senjata kapal selamnya secara signifikan di bawah perjanjian tripartit Aukus.
Kepala Pusat Center for a New American Security, Richard Fontaine, mengatakan Australia akan memasang rudal konvensional di kapal selam, yang memiliki muatan lebih besar daripada senjata yang ada di kapal Prancis. Rudal Tomahawk akan dapat ditembakan dari kapal atau kapal selam, yang akan menambah kemampuan persenjataan Australia.
“Tomahawks mengubah kapal angkatan laut permukaan menjadi aset strategis yang dapat menargetkan fasilitas militer di darat dari jarak ribuan mil. Muatan baru ini akan secara signifikan meningkatkan kekuatan serangan konvensional angkatan laut Australia,” kata Pakar Pertahanan di American Enterprise Institute, Eric Sayers.