Umumnya, ASN itu punya keterikatan emosi terhadap pasangan calon incumbent. Keterikatan emosi itu manusiawi. Tetapi keterikatan emosi yang melibatkan ASN, ngawur, berbahaya dan nabrak hukum. Maka para ASN, harus logis dalam berpikir, bersikap dan bertindak. Jangan korbankan kepercayaan masyarakat. Hanya kepentingan pribadi.
ASN dalam aturan punya hak pilih. Tetapi jaga netralitas. Netralitas ASN berlaku hingga 24 jam dan berlaku selama label ASN masih melekat pada dirinya.
Kalau ada yang berpikir, netralitas ASN hanya ketika berdinas dan bertugas saja, keliru itu. Sebab Surat Keputusan ASN, tidak ada hari libur. Tidak ada hanya ketika berdinas. Melekat dari tahun sekian sampai pensiun. Itu bunyi Surat Keputusanya.
Hasil Pilkada Bisa Tidak Dipercaya
Salah satu indikator supaya hasil Pilkada dipercaya masyarakat adalah Netralitas ASN, Netralitas Penyelenggara Pemilu. KPU dan Bawaslu, serta penegakan hukum pilkada oleh Bawaslu.
Artikel ini hanya mengangkat tema netralitas ASN. Untuk KPU dan Bawaslu serta penegakan hukum pilkada, akan saya uraikan lain waktu.
Jujur saja jika ASN terlibat mengajak orang, mengumpulkan orang, ikut hadir kampanye, baik secara nyata dan secara diam diam, bisa menghapus kepercayaan masyarakat terhadap ASN. Lebih parah lagi, hasil pilkada tidak dipercaya masyarakat. Fatal akibatnya.
Maka jarum netralitas ASN, jangan diputar ke Orde Baru lagi. Jangan memalukan. Jangan bertindak bodoh para ASN itu. Jangan dinodai pilkada. Tahan keinginan ikut politik praktis. Jika gak bisa di tahan, keluar saja dari ASN.
Berpikirlah jauh ke depan demi bangsa dan negara. Bukan demi pribadi dan pasangan calon. Tujuan pilkada pokoknya adalah hasilnya agar dipercaya masyarakat. Jika pilkada dibiayai trilyunan, hasilnya tidak dipercaya, gara gara ulah ASN yang tidak netral. Semua rugi.