Penelitian lain dilakukan pada peserta debat dalam sebuah turnamen universitas, di mana 25% dari mereka berada di posisi terbawah dalam babak pertama, kalah hampir empat kali dari lima pertandingan, namun mereka merasa bahwa mereka menang hampir 60%. Tanpa pemahaman yang jelas tentang aturan debat, para mahasiswa ini tidak mengetahui kapan dan seberapa sering argumen mereka dipatahkan.
Penelitian lain yang dilakukan di Amerika Utara, Eropa, dan Jepang menunjukkan bahwa budaya juga memainkan peran penting dalam bias kognitif ini. Dalam penilaian kemampuan mengemudi, 93% orang Amerika merasa bahwa mereka mengemudi lebih baik dari rata-rata, sementara 60% orang Swedia merasa demikian. Di Jepang, sikap umumnya adalah meremehkan kemampuan mereka sebagai strategi untuk melihat prestasi rendah mereka sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.
Dalam penelitian Dunning dan Kruger, mereka menemukan bahwa semakin sedikit pengetahuan seseorang tentang suatu subjek, semakin rendah kemampuan metakognitif mereka terkait dengan subjek tersebut. Metakognitif adalah kesadaran tentang proses berpikir itu sendiri, cara otak menilai dirinya sendiri. Metakognitif yang rendah membuat mereka tidak menyadari ketidakmampuan mereka sendiri. Ini merupakan hal yang cukup menyedihkan, karena sering kali orang yang paling banyak bicara adalah yang paling tidak mengerti tentang topik yang dibicarakannya, dan mereka dipercaya karena keberanian mereka dalam berbicara, bukan karena pengetahuan mereka yang sebenarnya.
Lebih menyedihkan lagi, orang yang kurang menguasai subjek tersebut cenderung tidak mau belajar. Mereka tidak membaca atau mendengarkan orang lain karena merasa mereka sudah menjadi yang terbaik. Bahkan lebih memprihatinkan, orang yang lebih berpengetahuan tentang subjek tersebut tidak mau mengajarkan yang tidak tahu, padahal seharusnya mereka melakukannya. Mereka merasa tidak mampu, meskipun seharusnya mereka lebih mampu. Akibatnya, semuanya menjadi stagnan.
Jika kita melihat media dan internet, kita sering mendengar suara orang-orang yang kurang paham, guru palsu, influencer berbicara keras, dan ahli gadungan. Meskipun mereka memiliki sedikit pengetahuan, hal itu tidak menghentikan mereka untuk bersuara. Sekali lagi, tong kosong nyaring bunyinya.
Saat ini, penyebaran informasi yang salah menjadi masalah besar. Orang-orang seringkali hanya mengetahui sedikit tentang suatu topik namun dengan cepat berbagi pengetahuan mereka kepada orang lain tanpa melakukan penelitian lebih lanjut. Mereka tidak meluangkan waktu untuk membaca atau mempelajari lebih dalam sebelum menyuarakan pandangan mereka. Kita sering menerima informasi dari orang yang paling vokal, bukan dari mereka yang lebih bijaksana namun cenderung diam. Ironisnya, ketika yang paling vokal adalah orang yang kurang paham, mengapa yang lebih paham justru terdiam? Inilah yang disebut sebagai efek Dunning-Kruger.