Pada tahun 1999, Dunning dan Kruger melakukan penelitian yang dikenal dengan judul “Unskilled and Unaware of It”, di mana mereka menguji sekelompok orang dalam bidang tata Bahasa, rumor, dan logika. Dalam percobaan pertama, 65 peserta diminta untuk menilai lelucon yang mereka anggap lucu. Hasilnya menunjukkan bahwa mereka yang merasa ahli dalam menilai humor sebenarnya mendapat nilai terburuk dalam ujian tersebut. Dalam tes bahasa dan logika yang dilakukan pada peserta yang sama, hasilnya tetap konsisten. Orang-orang yang merasa paling percaya diri dalam kemampuan mereka seringkali mendapat nilai terendah, sementara mereka yang sebenarnya lebih kompeten cenderung meremehkan kemampuan mereka sendiri. Inilah yang kemudian dikenal sebagai “Dunning-Kruger Effect” dan dalam pepatah kita “Tong Kosong Nyaring Bunyinya”, di mana orang-orang yang tidak kompeten dalam suatu bidang cenderung tidak menyadari ketidakmampuan mereka dan justru merasa lebih percaya diri daripada yang sebenarnya.
Dunning-Kruger Effect adalah fenomena psikologis di mana individu yang memiliki pengetahuan atau keterampilan yang terbatas mengalami kesan bahwa mereka memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada orang lain secara keseluruhan. Ini berarti mereka merasa diri mereka lebih unggul dibandingkan dengan rata-rata orang. Orang yang memiliki pemahaman yang terbatas tentang suatu topik cenderung menganggap diri mereka lebih tahu daripada yang sebenarnya, sementara mereka kurang menyadari seberapa banyak yang mereka tidak ketahui. Hasilnya, orang yang paling percaya diri dalam kemampuan mereka seringkali bukan yang sebenarnya berpengetahuan luas. Dalam teori yang dijelaskan oleh Dunning dan Kruger, grafik menunjukkan bahwa ketika seseorang memiliki pengetahuan yang terbatas, kepercayaan diri mereka cenderung tinggi. Namun, ketika pengetahuan mereka bertambah, kepercayaan diri mereka dapat menurun karena mereka mulai menyadari kompleksitas dan kedalaman subjek tersebut. Namun, seiring dengan peningkatan pengetahuan lebih lanjut, kepercayaan diri mereka bisa kembali meningkat. Secara umum, orang sering kali memiliki kesulitan dalam menilai kecerdasan mereka sendiri dalam bidang seperti penalaran logis, pengetahuan keuangan, matematika, kecerdasan emosional, dan bahkan catur, dan cenderung menganggap diri mereka lebih mahir daripada yang sebenarnya.
Ada istilah yang dikenal sebagai “Lingkaran Pengetahuan” yang menggambarkan bahwa semakin kita belajar, semakin kita menyadari betapa sedikitnya yang kita ketahui. Saat awal belajar, kita mungkin berpikir, “Ada beberapa hal yang tidak saya ketahui, tetapi saya memahami dasarnya.” Namun, seiring dengan peningkatan pengetahuan, lingkaran pengetahuan kita melebar, dan garis batas dari apa yang tidak kita ketahui juga semakin membesar. Ketika kita menjadi ahli dalam bidang tertentu, kita menyadari bahwa ada ratusan hal yang masih belum kita ketahui, banyak ketidakpastian, inkonsistensi, dan kesalahan yang mungkin kita lakukan. Ini menghasilkan apa yang disebut “efek paradoks,” di mana semakin kita tahu tentang suatu subjek, semakin sulit bagi kita untuk berbicara tentangnya, karena kita menyadari betapa banyaknya yang masih belum kita ketahui. Seperti pendapat Umar bin Khattab RA. tentang tahapan dalam menuntut ilmu “Menuntut ilmu ada tiga tahapan. Jika seorang memasuki tahapan pertama, ia akan sombong. Jika seseorang memasuki tahapan kedua, ia akan tawadu. Dan jika seseorang memasuki tahapan ketiga, ia akan merasa dirinya tidak tahu apa-apa.”