Kejahatan carding bisa dilakukan secara individual maupun berkelompok. Bahkan, para pelaku aktif berkomunitas dan berdiskusi terkait aktivitas mereka. Kasus carding juga banyak ditemui di Indonesia. Baru-baru ini Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian Daerah Bali menangkap pelaku kejahatan carding yang melakukan pencurian 1.293 data kartu kredit.
“Biasanya setelah mendapatkan informasi kartu kredit atau debit curian tersebut, para pelaku menggunakannya antara lain untuk mendukung gaya hidup, menyediakan jasa seperti pemesanan tiket pesawat dan hotel dengan potongan harga hingga 50%, bahkan sampai menjual data kartu kredit atau debit curian itu dengan harga murah,” papar Teguh.
Selain di Indonesia, kasus ini juga banyak terjadi di Amerika Serikat, seperti yang pernah dilakukan oleh AlphaBay, marketplace yang beroperasi di dark web yang menjual banyak barang dan jasa ilegal salah satunya adalah kartu kredit atau debit curian. Teguh menyebut situs ini akhirnya ditutup dan disegel oleh aparat penegak hukum pada tahun 2017.
“Amerika Serikat adalah negara paling banyak terjadi kasus kejahatan carding. Menurut laporan Consumer Sentinel Network yang diterbitkan oleh FTC (Federal Trade Commission) kasus kejahatan carding terjadi di Amerika Serikat dengan total 389.737 laporan pada 2021 lalu meningkat menjadi 441.822 pada 2022. Dengan total kerugian diperkirakan sebesar 482 triliun pada 2021,” tambah Teguh.
Mengingat kasusnya yang mengakibatkan kerugian besar, Teguh berpesan agar masyarakat berhati-hati terhadap kejahatan siber yang terorganisasi ini. Salah satunya dengan menyimpan data pribadi agar tidak disalahgunakan.