Juru bicara WHO, Tarik Jašarević mengatakan, 150.000 liter (40.000 galon) bahan bakar diperlukan untuk memberikan layanan dasar di 5 rumah sakit utama di Gaza.
Koordinator medis untuk Doctors Without Borders di wilayah Palestina, Guillemette Thomas mengatakan, beberapa bayi bisa meninggal dalam beberapa jam. Sementara beberapa lainnya dapat meninggal dalam beberapa hari, jika mereka tidak menerima perawatan khusus dan pengobatan yang sangat mereka perlukan.
“Pastinya bayi-bayi ini berada dalam bahaya. Merawat bayi-bayi ini merupakan keadaan darurat yang nyata, sama halnya dengan keadaan darurat untuk merawat penduduk Gaza yang menderita akibat pemboman ini sejak dua minggu terakhir,” ujar Thomas.
Thomas mengatakan, Rumah Sakit al-Aqsa harus merawat pasien di Gaza utara dan tengah sejak beberapa rumah sakit lainnya ditutup, sehingga memaksa rumah sakit tersebut untuk melipatgandakan kapasitas pasiennya. Hal ini juga membebani keterbatasan listrik.
Thomas mengatakan, banyak wanita yang telah melahirkan di sekolah-sekolah yang dikelola PBB. Sekolah itu menjadi tempat penampungan sementara bagi puluhan ribu pengungsi yang mencari perlindungan.
“Para wanita ini berada dalam bahaya, dan bayi-bayi mereka juga berada dalam bahaya saat ini. Itu adalah situasi yang sangat kritis,” ujar Thomas.
Nisma al-Ayubi membawa putrinya yang baru lahir ke Rumah Sakit al-Aqsa dari Nuseirat, tempat dia baru-baru ini mengungsi dari Gaza utara, setelah dia menderita kekurangan oksigen dan rasa sakit yang luar biasa. Bayi perempuan itu lahir tiga hari lalu tetapi mengalami komplikasi.
“Rumah sakit kekurangan persediaan. Kami khawatir jika situasinya memburuk, tidak akan ada lagi obat yang bisa menyembuhkan anak-anak kami,” ujar al-Ayubi.
Masalah ini diperparah dengan banyaknya air kotor yang terpaksa digunakan sejak Israel memutus pasokan air. Abu Zahar menyatakan, para ibu mencampurkan susu formula dengan air yang terkontaminasi untuk memberi makan bayi mereka. Hal ini berkontribusi pada peningkatan kasus kritis di bangsal.
Di Rumah Sakit al-Awda, sebuah fasilitas swasta di Jabalia utara, hingga 50 bayi dilahirkan hampir setiap hari. Direktur rumah sakit, Ahmed Muhanna mengatakan, rumah sakit tersebut menerima perintah evakuasi dari militer Israel, namun mereka menolak dan tetap beroperasi.
“Situasinya tragis dalam segala hal. Kami mencatat defisit besar pada obat-obatan darurat dan anestesi, serta pasokan medis lainnya,” ujar Muhanna.